Berkomunikasi melalui aplikasi WhatsApp tentu bukan lagi hal yang asing untukmu. Lalu, bagaimana dengan WhatsApp Anxiety?
WhatsApp anxiety adalah kondisi ketika kamu mengalami kecemasan berlebih saat menerima notifikasi pesan atau menggunakan aplikasi WhatsApp. Umumnya, pemicu kecemasan tersebut adalah notifikasi pesan yang terkait dengan pekerjaan.
Kemenkominfo merilis beberapa tanda WhatsApp Anxiety melalui laman resmi Instagram-nya. Tanda-tanda tersebut mencakup mudah emosi jika melihat notifikasi grup WhatsApp, mengecek ponsel terus-menerus meskipun tidak ada pesan masuk.
Baca Juga:Teknik Pomodoro, Atur Fokus Biar Waktu Produktifmu Nggak Berantakan5 Pola Pikir Tidak Rasional yang Ganggu Kesehatan Mental
Kemudian, sering mengharapkan balasan pesan, konsentrasi menjadi buyar ketika mendapat pesan terkait pekerjaan, dan gelisah jika pesan tidak dibalas. Tidak hanya terkait pekerjaan, terkadang pesan yang tidak kunjung dibalas oleh pasangan pun bisa membuat seseorang mengalami WhatsApp Anxiety.
Mengapa Pesan WhatsApp Bikin Cemas?
Mengapa muncul WhatsApp Anxiety? (Sumber: freepik.com)
Pada dasarnya, fenomena ini merujuk pada situasi di mana seseorang mengalami kecemasan ketika mendengar notifikasi perpesaan. Lalu, sebenarnya, apa yang menyebabkan kecemasan ini muncul?
Menganggap bahwa membaca sekarang, berarti harus membalas sekarang juga
Menurut Elias Aboujaoude, seorang psikiater di Stanford University, salah satu alasan WhatsApp dapat menimbulkan stres adalah karena adanya anggapan bahwa membaca pesan berarti membalasnya saat itu juga.
Karenanya, rasa bersalah akan muncul ketika orang telat membalas pesan. Rasanya seperti telah melanggar peraturan nggak tertulis dalam berkomunikasi secara online. Padahal, cepat atau lambatnya membalas sebuah pesan dibalas itu bebas tergantung keputusan masing-masing orang. Terkadang, orang juga membutuhkan waktu untuk berpikir tentang balasan apa yang harus diberikan.
Tidak siap menerima reaksi penerima
Peraturan tidak tertulis ini bukan hanya menimbulkan rasa bersalah bagi penerima pesan, tetapi juga rasa takut dan cemas bagi pengirimnya.
Saat dua centang biru telah terpampang di laman obrolan tanpa balasan, asumsi-asumsi negatif kerap muncul. Orang mungkin akan mengembangkan asumsi dalam kepalanya seperti, “Mengapa pesanku tidak dibalas?”, “Apakah aku sedang diabaikan?”, atau “Apakah aku benar-benar tidak penting sampai pesanku cuma dibaca?”