Indikator impulse Buying – Istilah impulse buying sudah mulai banyak dikenal oleh kalangan masyarakat saat pandemi COVID-19 mnenyerang Indonesia di awal tahun 2020. Istilah ini sendiri merupakan sebutan untuk perilaku seseorang yang secara sadar atau tidak sadar mengambil keputusan untuk melakukan pembelian yang tidak terencana.
Apa Itu Impulse Buying?
Impulse buying atau pembelian impulsif adalah kegiatan seseorang berbelanja, terkadang dalam jumlah yang besar, tanpa ada perencanaan jangka panjang terlebih dahulu.
Keputusan dari perilaku ini biasanya datang dari emosi atau perasaan untuk membeli ketimbang logika. Trigger-nya bisa dari promo-promo tanggal cantik, flash sale, promo hari raya, dan “lapar mata.” Pada kasus pandemi kemarin, perilaku belanja impulsif ini dilakukan karena takut kehabisan stok produk, panik, dan takut harga naik.
Baca Juga:Sulit Tak Lantas Mustahil! Intip 4 Fase Memaafkan Diri Sendiri5 Bentuk Self-Sabotage, Tanda Kamu Bersikap Toxic pada Diri Sendiri
Dari kebanyakan yang terjadi, impulse buying lebih banyak memberi dampak negatif, karena pelaku pembelian impulsif cenderung membeli barang berdasarkan keinginan, ketimbang kebutuhan. Selain itu,pembelian impulsif juga menyebabkan pemborosan, mempersulit pelaku menyisihkan uang untuk menabung dan berinvestasi.
Indikator Impulse Buying
Kebiasaan impulse buying masih tetap terjaga bahkan hingga pandemi sudah mereda. Hal ini dikarenakan oleh mudahnya akses toko melalui jaringan internet dan pembayaran yang sudah menggunakan e-wallet atau uang firtual. Berikut ada beberapa indikator lain yang menandakan adanya kecenderungan berbelanja secara impulsif:
1. Mudah Tergoda Promo dan Diskon
Salah satu indikator perilaku pembeliam impulsif adalah mudah terayu oleh promo diskon. Kita perlu hati-hati dengan logo-logo pemotongan harga dan kata-kata manis dalam iklan promosi, karena hal ini seirng menyebabkan kita takut melewati kesempatan itu.
2. Mencari Kepuasan Instan
Saat seseorang merasa stres, ada yang meluapkan emosi negatif itu dengan mencari kepuasan instan, salah satunya dengan impulse buying. Hal ini berarti orang itu merasa puas dan euphoric saat melakukan pembelanjaan tak terkontrol dalam jumlah besar.
3. FMO atau Fear of Missing Out
Kebanyakan sifat anak muda mileinal hingga gen-zers adalah ketakutan akan tertinggal tren. Mereka selalu berusaha membawa diri mereka sendiri beriringan dengan tren yang tengah viral dan digemari. Jika mereka tetap memaksakan diri tanpa melihat kondisi finansial serta kebutuhan primer terlebih dahulu, maka perilaku impulse buying akan dapat dipastikan terus berkembang.