DUA orang berpakaian serba putih keluar dari kamar guruku, lelaki tua yang kupanggil Bopo. Mereka meninggalkan senyum manis yang memendar. Wajahnya memang asing bagiku. Bukan saja lantaran aku merasa belum pernah melihatnya, raut muka keduanyanya pun sedemikian bersih, memancarkan aura yang menyejuk-tentramkan. Meski sekilas, aku masih mampu merasakan aroma kesejukannya.
Tanpa sadar, dua lelaki misterius itu telah menyita pikiranku. Keduanya berpostur tinggi, seperti sejajar. Tak gemuk, tidak juga kurus. Rambutnya hitam legam, agak ikal dengan panjang nyaris sebahu. Keduanya mengenakan kemeja putih tak berkancing tengah, lebih mirip baju koko. Celana mereka pun putih bersih, seperti tak tersentuh debu. Tak hanya itu, mereka juga bersepatu putih. “Agh, siapa pula mereka. Ada hubungan apa dengan Bopo,” batinku.
Selekas-gera aku keluar rumah, mencari kedua orang itu. Tetapi secepat langkahku memburunya, secepat itu pula jejak mereka hilang ditelan jarak pandang. Cepat benar langkah mereka. Belum juga lama beranjak dari kamar Bopo, keduanya kini hilang ditelan bumi. Padahal, lingkungan rumah guru terbilang sepi, jauh dari lalu lalang. “Agh, bikin penasaran saja mereka.”
Baca Juga:[PUISI] Bukan Suara SumbangRaperda Pembangunan Industri Disetujui Bersama, Kendal Siap jadi Pusat Industri Unggulan
Aku kembali melangkahkan kaki ke rumah. Berjalan gontai ke arah pintu, seperti menyesali sesuatu yang hilang. Baru saja kaki kananku menapak sejajar garis pintu, sayup rendah kudengar suara guru. “Salmaaan, Salmaan, kemarilah.”
Segera kupercepat langkahku menuju kamar sebelah kiri ruang tengah, tempat di mana Bopo tengah berbaring lemah. Kulihat, kondisi tubuhnya kian payah. Meski lemas, tangan kanannya berusaha melambai, memintaku menghampirinya. Aku pun duduk menghadap dipan tak berkasur, mendekatkan telinga ke wajah beliau. “Anakku, kau sudah menyalami kedua tamuku?,” tanya guru.
“Mohon maaf Bopo, tadi saya lupa menyalami mereka. Aku melamun hingga tak sadar mereka telah hilang dari pandangan. Maaf Bopo, jika berkenan, mohon jelaskan kepadaku ihwal mereka. Selama 10 tahun mendampingi Bopo, sepertinya saya baru melihat wajah mereka.”
“Hehehe, sudah kuduga, Nak. Bahkan kalaupun kau berlari mengejar mereka, tetap saja kau tak akan menemukan jejaknya,” jelas guru dengan suara yang kian lirih.