“Namun demikian, saat ini telah berkembang berbagai jenis pesantren dengan kurikulum yang berbeda, seperti pesantren tradisional, pesantren semi-tradisional, pesantren life-skill, pesantren modern, dan sebagainya,” tambahnya.
Tim UIN Gus Dur juga melakukan observasi ke asrama EMIA dan ruang-ruang kelas. Sebagaimana diketahui, EMIA juga menyediakan asrama untuk siswa-siswi yang ingin menetap di lingkungan sekolah untuk menghafalkan al-Qur’an dan menguasai bahasa Arab.
Sebagian besar pengajar di EMIA adalah sarjana lulusan kampus di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. Oleh karena itu, para siswa di asrama diwajibkan untuk berkomunikasi dengan bahasa Arab sepanjang waktu.
Baca Juga:Dandim Pekalongan Pimpin Upacara Tradisi Masuk Satuan 36 Bintara dan Tamtama BaruSeorang Kakek di Kota Pekalongan Curi 4 Motor dalam Satu Bulan
“Kami mewajibkan para siswa berbahasa Arab agar mereka bisa lebih dekat dengan sumber-sumber keislaman. Ada sanksi bagi siswa yang melanggar aturan ini, seperti membersihkan lingkungan asrama. Alhamdulillah, mereka cukup baik dalam menghafal al-Qur’an dan berbahasa Arab,” kata Syeikh Muslimin selaku salah satu pengajar di EMIA.
Di akhir kunjungan, Dr. H. Muhlisin, M.Ag. juga menyampaikan informasi tentang potensi pemberian beasiswa kepada siswa-siswi Eastern Mindanao Islamic Academy (EMIA), Filipina, yang mampu menghafal al-Qur’an 30 juz dan memiliki ijazah resmi setingkat SLTA di Filipina.
Pemberian beasiswa ini, menurutnya, adalah bagian dari upaya perluasan jejaring lembaga ke tingkat internasional. Kunjungan ke EMIA ditutup dengan foto bersama dengan dewan guru dan siswa-siswi yang menetap di asrama. (rls/way)