Memilih Tidak Tahu Sakit
Justru karena sadar risiko, kadang kita memilih tidak tahu atas sesuatu. Suatu waktu kamu mengeluhkan gejala sakit tertentu, mungkin pinggang yang sering nyeri, dada yang kadang nyeri dan sesak, atau nyeri di bagian perut. Kamu merasa tak nyaman dengan gejala itu, karena sering kambuh. Tetapi saat orang terdekat atau mungkin teman memberi saran untuk check up ke dokter atau rumah sakit, kamu akan bereaksi dengan cepat menolaknya. Kenapa hayo, apa coba kalau bukan karena takut kalau kalau fakta diagnosis yang nantinya diberikan dokter akan membuatmu lemas. Lalu gegara kamu tahu kondisi sakitmu, kamu takut dengan segala konsekuensinya: entah itu opname di rumah sakit, rawat jalan sampai sembuh, atau membayangkan meminum sekian banyak obat selama berhari-hari.
Lihat juga: Benarkah Perempuan Lebih Sulit Melupakan Mantan Dibanding Laki-laki?
Tentu saja tindakan terakhir ini tidak dibenarkan secara medis. Dokter akan mendebat ketakutanmu. Katanya, lebih baik tahu lebih awal supaya bisa segera ditangani penyakitnya. Justru ketidaktahuan penyakit bisa menjelma bom waktu yang mungkin akan membunuhmu. Tetapi tetap saja ada orang-orang yang tetap enggan tahu lebih banyak tentang gejala penyakitnya. Yang pasti, cerita yang sering kita dengar ini semakin menjelaskan asumsi di awal kan, bahwa terkadang kita memilih tidak tahu, karena tak mau pusing dengan risikonya.
Dengan kata lain, kita memilih tidak tahu karena merasa itu lebih menenangkan. Terkadang bersikap masa bodo dengan aktivitas mantanmu itu jauh lebih baik lho, daripada kamu merasakan cemburu yang tidak semestinya. Mantan kok cemburu, hallooo. So, jangan bilang kamu masih rajin stalking instagram mantanmu ya, nanti sakit sendiri loh. []