Mimpi buruk, sering menghampiri ketika orang memiliki trauma. Sebagian mimpi buruk itu bisa jadi bukanlah pengalaman traumatis yang sebenarnya, tetapi memiliki tema atau nuansa yang sama dengannya.
Flashback, trauma tersebut seolah-olah terjadi lagi. Ketika bertemu dengan peristiwa atau suatu hal yang mirip dengan sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa traumatis, otak manusia melakukan kilas baik tentang trauma tersebut.
Reaksi Emosional
Sangat besar potensinya bahwa kondisi emosional seseorang akan terganggu ketika mereka mengalami trauma. Mungkin reaksi terhadap trauma jenis ini yang paling sering muncul adalah ketakutan dan kecemasan. Sebenarnya, ini merupakan hal yang normal, yakni bahwa sistem saraf manusia berfungsi dengan semestinya.
Baca Juga:Hati-Hati Alami Low-Effort Syndrome! Intip 4 Tips Kurangi Kebiasaan Kerja “yang Penting Selesai”Rahasia di Balik Jabat Tangan yang Tak Banyak Orang Tahu
Akan tetapi, rasa takut dan kecemasan karena trauma bisa jadi akan lebih buruk dengan yang dirasakan saat peristiwa tersebut terjadi, dan bisa berlangsung lebih lama. Suatu pemicu bahkan dapat memunculkan kembali ketakutan tersebut dalam tingkat yang intens.
Orang juga sangat mungkin mengadopsi kemarahan sebagai respons terhadap trauma. Bahwa mungkin mereka marah pada situasi, seseorang, kebijakan, dan lainnya yang bertanggung jawab terhadap trauma tersebut. Mereka juga bisa merasa sedih, kecewa karena tidak bisa mencegah peristiwa traumatis, atau bahkan merasa kosong sama sekali.
Menghindar
Reaksi terhadap trauma selanjutnya yang sangat umum adalah penghindaran. Orang berusaha untuk tidak memikirkan kejadian yang menimbulkan trauma tersebut. Bahkan mereka juga sebisa mungkin tidak mau berurusan atau melakukan penghindaran terhadap apa pun yang berhubungand dengan kejadian traumatis yang dialaminya.
Mengubah Pandangan Terhadap Dunia dan Diri Sendiri
Adanya kejadian yang menciptakan trauma, membuat manusia berpandangan lain dari sebelumnya. Itu merupakan sebuah reaksi terhadap trauma yang juga umum terjadi. Mereka menjadi sulit percaya dnegan orang lain karena takut tersakiti atau takut orang lain mengulang tragedi traumatis yang pernah mereka alami, memandang dunia sebagai sesuatu yang menyeramkan, hingga menyalahkan diri sendiri.
Perilaku menyalahkan diri sendiri juga kemudian memunculkan reaksi terhadap trauma yang lain, yakni bahwa orang menganggap diri mereka lemah, merasa gagal karena seharusnya bisa mengatasi trauma tersebut dengan lebih baik, serta mengkritik perasaan sendiri terhadap trauma tersebut.