“Ya Sari tidak ingin pertemanannya dengan Santi rusak gegara Santo.” Mungkin begitu jawaban umumnya. Tetapi terlepas dari kelangsungan pertemannya dengan Santi, masalah mendasar yang sebetulnya dicemaskan Sari adalah penilaian orang lain, ya si Santi itu.
Dua contoh sebelumnya mungkin masih bersifat kasuistik. Nah, untuk melihat sulit tidaknya cuek dengan penilaian orang lain, dua contoh kasus kecil berikut bisa untuk bahan pertimbangan.
Contoh Kasus Sulitnya Cuek dengan Penilaian Orang
Bayangkan kamu sedang lewat di sebuah gang yang sepi. Karena lengang, kamu bebas dong bereskpresi dan bertingkah sesukamu. Yes, kamu mau petakilan juga boleh. Misal jalan sambil bernyanyi pelan, atau kakinya tak mau diam karena terus menendang-nendang segala yang ada di jalan. Atau mau jalan sambil salto, sambil kayang, bebas menjadi diri kamu sendiri.
Baca Juga:Bisa Ditiru, Petani Tambak Kendal Pasarkan Ikan Lewat Platform DigitalDuet Gibran-Dico: Tentang Batik Coklat Muda, Kecocokan, dan Pilgub Jateng 2024
Lagi asyik-asyinya petakilan, tahu-tahu dari kejauhan tampak beberapa ABG lagi nongkrong. Kira-kira cara jalanmu akan berubah apa nggak ya? Pasti berubah kan. Apalagi kalau yang tampak itu adalah rombongan ciwei-ciwei, auto gimik dah. Ini membuktikan tindakanmu sebetulnya terpengaruh oleh pikiranmu tentang penilaian orang lain. Hidup ternyata tak bisa secuek itu, Perdrosa.
Sama saja pas kamu lagi gowes sepeda sendirian, santai kaya di pantai. Tetiba di depan ada beberapa anak perempuan, salah satunya yang bikin kamu bucin. Dijamin deh, cara gowesmu mendadak berubah. Entah mau sok cool and calm, atau mau petakilan lepas stang sambil menyapa ara cewek itu dengan senyum termanismu. Dan tahu-tahu kamu ngejelungub ke selokan yang lumpurnya setinggi mata kaki. Ya salah siapa pakai lepas stang segala.
Contoh kedua bahwa kita susah cuek dengan penilaian orang lain, adalah soal outfit. Misal hari ini kamu berangkat kuliah pakai kemeja kotak-kotak warna coklat. Karena hanya satu mata kuliah, pulangnya kamu gantung lagi tuh baju, masih bersih katamu. Besoknya kamu mau berangkat kuliah, baju itu mau dipakai, tapi mendadak overthinking. “Wah, nanti dikira nggak punya baju lain.” Alhasil, kamu pilih pakai baju lain.