Lakon Bima Suci fokusnya hanya di laut. Cocok untuk Angkatan Laut. Yakni ketika Bima Sena mencari sumbernya air suci.
Sebenarnya tugas pencarian itu jebakan maut yang dirancang musuh besar Pandawa. Yakni agar Bima Sena mau terjun ke lautan mencari sumber air suci di dasar samudera. Harusnya ia mati. Pandawa bisa kehilangan panglima perangnya. Pandawa pun menjadi lemah dan kalah.
Tapi lantaran itu perintah guru spiritualnya, Pandita Durna, Bima Sena menjalaninya juga. Dengan kesungguhan seorang santri. Dengan keyakinan yang kuat.
Baca Juga:Kejutan KwokWow, Uang Koin Kuno Jenis Ini Ternyata Bisa Dijual dengan Harga Setara Motor Matic Baru
Dengan hati yang bersih tugas yang sangat bahaya pun bisa berhasil. Keyakinan yang kuat membuat alam berpihak padanya.
Pandita Durna pun kecele. Kelicikan kalah dengan keyakinan. Tugas yang mencelakakan itu justru menghasilkan kemuliaan.
Akhirnya Laksamana Yudo mengubah pementasan itu. Lakonnya diganti baru: Pandawa Boyong. Pemainnya pun dirombak total: tidak lagi hanya personel dari TNI-AL.
KSAD, Jenderal Dudung Abdurrahman memerankan Kepala Staf Angkatan Dewa: Batara Guru.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo jadi putra sulung Pandawa, Prabu Puntadewa.
KSAU Marsekal Fajar Prasetyo sebagai Eyang Abiyasa.
Masih ada Wakasad Jenderal Agus Subianto yang menjadi Batara Brahma.
Istri Yudo sendiri, Veronica, menjadi Dewi Nagageni, istri pertama Bima Sena.
Ayla Jaya Suprana jadi wayang tercantik: Banowati. Jaya Suprana sendiri jadi figuran numpang lewat.
Baca Juga:Jabo PrimaPohon Bambu Roboh Akibat Longsor, BPBD : Jalur Limpung-Bawang Macet Total!
Masih banyak jenderal bintang satu dan dua yang ikut jadi pemain. Khusus untuk memerankan tokoh yang licik, culas, penipu, dan pembohong seperti Sengkuni, Yudo kesulitan.
“Di TNI tidak ada yang cocok memerankan tokoh itu,” ujar Laksamana Yudo lantas tersenyum.
Anak Pak Iskan yang jadi moderator sarasehan itu cepat-cepat menimpali. “Harusnya panglima dengan mudah bisa mencari pelakon Sengkuni dari kalangan politisi,” guraunya.
Sebelum nobar itu memang diadakan sarasehan budaya. Pembicaranya Laksamana Yudo dan pelawak Kirun.
Agar tidak terasa tiga-tiganya dari Madiun ditambahkan satu pembicara dari kampus: Dr Djoko Prakosa. Asli Solo. Kebetulan hari itu Djoko mendapat gelar doktor dari Universitas Airlangga. Disertasinya tentang tayub Tuban. S1-nya dari ISI Solo tentang tari srimpi, dan S2 di Unair tentang Jaranan Suroboyo. Hadir juga di acara itu, Bupati Ponorogo yang juga seniman: Sugiri Sancoko.