Sedih rasanya para pekerja batik yang mendatangkan Cuan banyak, nasibnya sendiri memprihatinkan. Para pekerja batik sendiri tidak punya pilihan lain untuk mengikuti ritme bekerja tanpa adanya aturan yang layak.
5. Aturan Sesuka Hati Juragan
Titik rentan pekerja batik berikutnya adalah masih di sekitar perlindungan hukum. lagi-lagi karena status mereka sebagai pekerja informal, sehingga yang mereka hadapi adalah aturan kerja yang sesuai kebiasaan, tidak disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan, rawan membuat para pekerja batik dirugikan. Jika juragan senang maka akan dipertahankan.
Sebaliknya jika juragan tidak suka dengan sikap pekerja, siap siap saja diberhentikan. Gimana lagi yaa belum ada aturan yang melindungi hak-hak pekerja batik atas pekerjaannya sendiri.
Baca Juga:Definisi Batik Lengkap Beserta 8 Langkah Pembuatannya5 Tips Menyusun Latar Belakang Masalah pada Skripsi yang Harus Kamu Perhatikan
Nah parahnya lagi ada keengganan juragan untuk membuat perjanjian kerja karena dinilai ribet. Seringkali aturan para pekerja batik dibuat secara tak tertulis.
6. Tidak Ada Apresiasi atas Skill
Saya sedih mendengar sendiri ketika salah satu pembuat canting cap mengeluhkan kondisi perekonomiannya yang tidak menggembirakan. Ini menjadi titik rentan pekerja batik yang juga jamak diketahui masyarakat.
Para pekerja batik yang memiliki spesialisasi khusus tidak mendapatkan pendapatan yang lebih dibandingkan dengan keahlian kerja biasa. Keahlian khusus para pekerja batik seperti pembuat canting tulis dan cap.
Untuk membuat canting tulis yang prosesnya rumit hanya dihargai tidak lebih dari 10.000 ribu rupiah per 20 lembar kain.
Bahkan saya pernah dengar sendiri seorang pekerja batik yang tugasnya Nyanting hanya dihargai Rp. 8.000 ribu rupiah per kodi.
Padahal kalau dilihat secara keahlian, sangat kurang layak karena membutuhkan skill dewa.
Itulah 6 hal yang tidak dikatakan, The untold story dari dunia batik. Secara umum, para pekerja batik di Kota Pekalongan pada dasarnya tidak mendapatkan perlindungan yang semestinya sesuai aturan perundangan yang berlaku. Semoga ke depan persoalan ini mendapatkan perhatian dan solusi dari para stakeholder terkait di Kota Pekalongan. (*)