Untoro pun menegaskan, bahwa praktik penggarapan kawasan hutan oleh oknum masyarakat di kawasan hutan Bintoro Mulyo itu tidak mengantongi izin dari Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur.
“Praktik itu tanpa izin, dan ada indikasi mereka mematikan pepohonan di kawasan hutan lindung itu. Dan sebetulnya mereka ini bisa kami proses hukum, karena telah melakukan penggarapan liar, ada pasalnya, terlebih itu hutan lindung. Namun langkah itu belum kami tempuh,” jelasnya.
Sebelumnya, kata dia, KPH Pekalongan Timur telah melakukan berbagai cara untuk menghentikan praktik alih fungsi lahan itu, seperti penyuluhan dan sosialisasi terhadap penggarapan illegal, koordinasi dengan penegak hukum dan instansi terkait, hingga penyuluhan tentang rawan bencana alam (hutan lindung sebagai penyangga).
Baca Juga:Henry 008610 Sarjana Muda ini Harus Menetap di Batang Selama 7 Bulan, Ada Apa?
“Namun upaya upaya itu belum membuahkan hasil. Oleh karenanya kami minta pendampingan hukum dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Batang, dengan harapan fungsi kawasan hutan Bintoro Mulyo bisa kembali seperti semula,” terangnya.
Tukar Menukar Kawasan Hutan
Permintaan pendampingan hukum yang diajukan ke Kejari Batang itu, kata dia, tidak hanya mengenai masalah praktik penggarapan ilegal kawasan hutan. Melainkan juga mengenai proses tukar menukar kawasan hutan yang sampai sekarang ini belum selesai.
Di mana Perum Perhutani belum mendapat lahan pengganti atas kawasan hutan seluas 55 hektar yang saat ini ditempati masyarakat Dukuh Bintoro Mulyo, Kecamatan Bawang.
“Proses tukar menukar itu masih terhambat. Karena tidak sepenuhnya warga Dukuh Sigandul, Kecamatan Reban mau direlokasi ke Dukuh Bintoro Mulyo. Sehingga kami belum mendapat lahan pengganti yang akan kami kembalikan menjadi kawasan hutan,” ungkapnya.
Dijelaskan dia, jika seluruh masyarakat Dukuh Sigandul bersedia untuk direlokasi ke Dukuh Bintoro Mulyo, maka Perhutani akan menjadikan Dukuh Sigandul sebagai kawasan hutan, sebagai lahan penggantinya.
“Nah masalahnya hanya sebagian masyarakat Dukuh Sigandul saja yang mau direlokasi, dan masih tersisa masyarakat yang menetap dan menggarap lahan di Dukuh Sigandul itu. Di satu sisi, masyarakat yang sudah menempati kawasan hutan yang kini dikenal dengan Bintoro Mulyo itu, juga sudah menggarap lahan. Sehingga, Perhutani hingga sekarang ini belum mendapat lahan pengganti untuk dijadikan kawasan hutan,” terangnya.