Kalau kita bandingkan dengan sikap dan perilaku para suami sekarang ini, kadang kala kesibukan mereka di luar rumah dan kegiatan-kegiatan mereka lainnya disamping mencari nafkah kadang mengenyampingkan hak istri.
Para istri tidak lagi mendapat kemanjaan dan hiburan dari suaminya. Namun yang ditemui sang istri adalah wajah suaminya yang berkerut karena kelelahan atau karena kesal di luar rumah atau karena masalah-masalah di luar rumah yang menghimpitnya?.
Jangankan waktu bermain atau bercanda dan bersenda gurau, kadangkala waktu mengobrol dengan istri saja tidak ada! Jika demikian keadaannya bagaimana mungkin keharmonisan rumah tangga dapat tercipta?.
Baca Juga:4 Cara Atasi Entok Tidak Mau Makan, Salah Satunya Pakai Ramuan Herbal Berikut IniApakah Onani Membatalkan Puasa?, Mari Simak 2 Dalilnya
- Adil dalam Berpoligami
Syariat Islam membenarkan para suami untuk menikahi lebih dari satu istri. Mereka diizinkan menikahi empat istri jika memiliki kesanggupan untuk itu. Para suami diperintahkan berlaku adil terhadap istri-istrinya, adil dalam masalah pembagian giliran dan nafkah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi sembilan wanita yang kemudian dikenal dengan sebutan Ummahatul Mukminin Radhiallahu ‘anhum.
Rasulullah merupakan contoh terbaik dalam hal berlaku adil kepada para istri, dalam hal pembagian giliran ataupun urusan lainnya.
Aisyah Radhiallahu anha pernah mengungkapkan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ سَفَرًا أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَأَيَّتُهُنَّ خَرَجَ سَهْمُهَا خَرَجَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَهُ
“Apabila Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam hendak berpergian, beliau mengundi di antara istri-istrinya. Barang siapa yang keluar undiannya, dialah yang ikut pergi bersama Rasulullah shallaallahu ‘alaihi wa sallam”. [HR Muslim]
Riwayat Anas berikut ini memaparkan kepada kita salah satu bentuk keadilan beliau kepada para istri. Anas Radhiyallahu anhu menceritakan:
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعُ نِسْوَةٍ فَكَانَ إِذَا قَسَمَ بَيْنَهُنَّ لَا يَنْتَهِي إِلَى الْمَرْأَةِ الْأُولَى إِلَّا فِي تِسْعٍ فَكُنَّ يَجْتَمِعْنَ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي بَيْتِ الَّتِي يَأْتِيهَا فَكَانَ فِي بَيْتِ عَائِشَةَ فَجَاءَتْ زَيْنَبُ فَمَدَّ يَدَهُ إِلَيْهَا فَقَالَتْ هَذِهِ زَيْنَبُ فَكَفَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki sembilan istri, jika beliau menggilir mereka, beliau tidak kembali ke istri pertamanya kecuali setelah hari ke sembilan, biasanya mereka berkumpul setiap malam di rumah istri yang sedang beliau datangi. Ketika beliau sedang di giliran Aisyah, datanglah Zainab, lalu beliau mengulurkan tangan kepadanya, lantas Aisyah berkata; Ini Zainab! Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam manarik tangannya. [Muttafaqun ‘alaihi]
Sekarang ini masih kita temui para suami yang melakukan sunah poligami yang mengabaikan hak salah satu istrinya. Bahkan tragisnya berakhir pada menyia-nyiakan hak salah satu istrinya, apakah itu istri yang pertama ataupun yang kedua. Karena dalam pandangan syariat tidak ada bedanya kedudukan istri pertama dengan istri kedua, ketiga ataupun keempat.