RADARPEKALONGAN.ID – Jangan sedih dengan status ibu rumah tangga, meskipun berpendidikan tinggi. Karena pekerjaan termulia bagi wanita adalah di rumahnya. Jadi tak perlu sedih jika Anda tidak bekerja di kantoran atau bukan menjadi wanita karir.
Setiap hari, dua anak diurus oleh wanita ini. Dia hanya ibu rumah tangga yang memutuskan mengabdi di rumah untuk suami dan anak-anak. Padahal dia memiliki ijazah SI. Dengan ijazahnya itu tak menutup kemungkinan kerja kantoran bisa digapainya.
Ilustrasi istri sibuk memasak (Sumber foto: freepik.com)
Dia tidak merasa malu dengan teman-temannya yang karirnya melejit. Gunjingan pun biasa didengarnya. “Sekolah tinggi kok hanya jadi ibu rumah tangga”. Tekadnya bulat. Dia pernah berujar, “Jika saya bekerja, anak-anak tidak terurus, rumah tak terawat, dan suami tak terlayani dengan baik”.
Baca Juga:8 Kiat Pertahankan Rumah Tangga Harmonis hingga Usia Senja8 Tips Membina Rumah Tangga Harmonis ala Rasulullah
Banyak wanita yang bekerja di kantoran menjadikan orang tuanya (nenek) sebagai perawat untuk anak-anak mereka, atau anak diserahkan pada tempat penitipan anak. Bahkan, banyak pula anak yang dirawat oleh seorang pembantu dengan latar belakang ilmu agama tak jelas.
Di tempat lain, ada seorang wanita karir. Posisinya sudah bagus di kantor. Gajinya tinggi. Si suami hanya pedagang kecil. Bila disandingkan, gaji keduanya amat jauh. Karena kesibukan si istri, suami akhirnya yang mengurus rumah tangga, yaitu memasak dan mencuci, bahkan sibuk pula mengurus anak-anak.
Jangan Sedih dengan Status Ibu Rumah Tangga, Itu Mulia
Seorang wanita jangan sedih dengan status ibu rumah tangga yang jadi pilihan hidupnya. Berikut beberapa alasan kenapa jangan sedih dengan status ibu rumah tangga seperti dilansir muslim.or.id:
- Tempat terbaik bagi wanita adalah di rumah
Kenapa wanita jangan sedih dengan status ibu rumah tangga, karena tempat terbaik bagi wanita dalam Islam adalah di rumah.
Ilustrasi istri mengajari anak memasak di rumah (Sumber foto: freepik.com)
Berbeda dengan wanita karir yang menganggap bahwa tempat mereka adalah di kantor. Ia berangkat pagi, pulang sore, bahkan malam baru sampai di rumah. Tak tahu masihkah ada waktu untuk melayani suami, atau memperhatikan anak-anak karena sudah lelah dengan rutinitas kerja kantorannya.