Akhirnya berhasil juga. Awalnya hanya 12 pedagang yang dapat izin. Lalu bikin kecemburuan. Ratusan produsen sarang burung merasa dianaktirikan. Lalu membentuk asosiasi tandingan.
Memang tidak mudah mengembalikan nama yang telanjur rusak. Tapi proses penambahan kuota terus dilakukan. Jadi 16. Naik lagi jadi 24. Saya pun kaget-kaget-senang ketika kini sudah jadi 36.
Tentu masih banyak lagi yang antre untuk bersedia diteliti: apakah proses produksinya sudah sesuai dengan aturan bahan mentah makanan. Saya pernah membahas di podcast yang ada di bawah ini.
Baca Juga:Safari AladinLibur Lebaran, Perumda Air Minum Tutup Sementara Layanan CS dan Loket Pembayaran
“Sebenarnya kalau yang kita ekspor itu sarang burung yang sudah jadi makanan tidak perlu banyak prosedur,” ujar Wadubes Dino.
Penjelasan Dino ini penting. Siapa tahu bisa menginspirasi para produsen sarang burung kita untuk mulai melangkah ke produksi makanan/minuman. Lalu kita bisa ekspor bahan jadi.
Dino sudah tiga tahun di Beijing. Berarti ia belum pernah tahu bagaimana Beijing dalam keadaan normal. Saat ia mulai bertugas Beijing sudah dalam keadaan darurat Covid-19. Sebelum itu Dino adalah direktur Eropa 1 di Kemenlu. Sebelumnya lagi bertugas di London dan Paris.
Dino lahir di Bandung tapi SMA-nya di Belanda. Lalu mencoba kuliah di Jerman –sesuai harapan orang tua. Sudah dua tahun di Achem. Tapi ia lihat banyak temannya yang belum lulus pun setelah 8 tahun kuliah. Bukan tidak pintar tapi karena di sana, waktu itu, paket ujiannya beda: tidak lulus satu mata kuliah dianggap tidak lulus semua. Harus mengulangi semua.
Maka ia pilih banting stir: ke Universitas Parahyangan, Bandung. Ambil hubungan internasional. Toh bahasa Inggris, Belanda dan Jermannya sudah lebih dari lulus.
Tiba waktu buka puasa kami pindah gedung. Menyeberangi tempat parkir. Di bangunan itulah musala Kedubes. Di lantai dua. Kami berbuka di situ.
Salat maghribnya diimami anak muda, kurus, bercelana jean, berkaus pendek dan berambut panjang. Saya lupa menanyakan siapa ia. Saya keburu ditarik untuk ke tempat makan.
Baca Juga:Antisipasi Kemacetan Arus Mudik, Truk Angkutan Barang Dilarang Melintas Mulai 17 April 2023Safari Tianjin
Bu Djauhari sudah ada di meja makan itu. Juga pak Dino. Makanannya enak. Ada mie sayur, sup jagung-sosis, kerupuk udang, sambal, dan daging sate kambing ala Xinjiang.