Jamaah Ied yang dirahmati Allah,Itulah nafsu, hasrat, keinginan dan angan-angan, yang berpotensi menghalangi perjuangan manusia menemukan bahagia yang sejati, true happiness. Ini digambarkan dengan terusirnya Adam dan Hawa dari surga, sebuah simbol dari puncak kebahagiaan, ke bumi yang fana dan penuh penderitaan, lantaran melanggar satu-satunya pantangan dari berjuta fasilitas kenikmatan surga yang dipersilahkan.
Tetapi hadirin, nafsu haruslah dipahami sebagai piranti, tool, yang Allah lekatkan dalam penciptaan manusia, selain akal. Nafsu juga membantu manusia untuk bertahan hidup, berketurunan, dan membangunan peradaban melalui imajinasi dan daya kreasinya bersama akal. Seperti hasrat seorang Abas Ibnu Firnas di abad 9 Masehi, yang ingin terbang seperti burung hingga menciptakan teknologi sayap secar ilmiah sebagai cikap bakal pesawat terbang, hingga baru di tahun 1900 an awal Wright bersaudara untuk pertama kalinya sukses menerbangkan pesawat pertama di dunia.
Maka nafsu tidak boleh dibunuh, karena itu mengingkari fitrah, pilihannya hanya dua, apakah akan diperturutkan atau dilampiaskan, ataukah dikendalikan. Dan agama mengajarkan, nafsu ada untuk dikendalikan.
Baca Juga:[Khutbah Idul Fitri 1444 H] Merayakan Cinta di Hari RayaMomen Lebaran 2023, Peluang Warga Batang menjadi Tuan Rumah yang Baik Bagi Pemudik
Salah satu metode tertua yang dikenal semua agama dan kepercayaan untuk mengendalikan nafsu adalah dengan puasa. Puasa adalah metode ampuh untuk mendidik nafsu agar tak liar, tak tamak, sehingga perjuangan manusia menemukan bahagia dapat tercapai. Karena puasa adalah perisai bagi nafsunya.
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ
Puasa ramadan yang disyariatkan Allah sejatinya adalah sebuah momentum bagi orang beriman untuk mereposisi nafsunya. Bahwa setelah 11 bulan kita bergelut dengan dinamika nafsu, saatnya kembali berlatih menjadi pengendalinya, Drive your own car.
Puasa adalah metode terapi lahir batin yang luar biasa. Dan jaminan atas orang-orang yang telah berperang dengan dirinya, menaklukkan nafsunya, tidak lain dan tidak bukan adalah bahagia. Adakah orang berpuasa yang tak berbahagia saat berbuka tiba? Dan dari ritual beruka kita menjadi mafhum, bahwa syarat untuk bahagia ternyata teramat sederhana, sesimpel segelas teh manis dan mungkin satu atau dua potong kue.