RADARPEKALONGAN.ID – Bagaimana aturan membayar utang puasa Ramadhan (qadha puasa), jika puasa Anda bolong alias tidak penuh selama bulan Ramadhan.
Ilustrasi berbuka puasa dengan minuman manis (Sumber foto: freepik.com)
Jika menqadha puasa Ramadhan, haruskah niat sebelum Shubuh seperti puasa Ramadhan? Apakah harus diqadha secara berturut-turut sesuai jumlah utang puasa, atau bisa diselang-seling. Kapan batas waktu membayar utang puasa Ramadhan?. Berikut ini ulasan aturan membayar utang puasa Ramadhan.
Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Baca Juga:Tata Cara Puasa Syawal, Puasa 6 Hari Dapat Pahala Puasa Setahun PenuhKendaraan Takbir Keliling Terjun ke Sungai, 5 Warga Winduaji Dilarikan ke Rumah Sakit
Dari ayat di atas, siapa saja yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit atau bersafar, maka ia wajib mengqadha sesuai jumlah hari yang ia tidak berpuasa. Untuk itu, mari simak bersama aturan membayar utang puasa Ramadhan berikut ini.
Aturan Membayar Utang Puasa Ramadhan
Beberapa aturan membayar utang puasa Ramadhan (qadha puasa) seperti dilansir rumaysho.com dan almanhaj.or.id,:
1. Jika ada yang luput dari berpuasa selama sebulan penuh, ia harus mengqadha sebulan.
2.Boleh puasa pada musim panas diqadha pada musim dingin, atau sebaliknya.
3.Qadha puasa Ramadhan boleh ditunda.
Aturan membayar utang puasa Ramadhan tidak wajib dilakukan segera. Kewajibannya dengan jangka waktu yang luas berdasarkan satu riwayat dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha: “Aku punya hutang puasa Ramadhan dan tiak bisa mengqadhanya kecuali di bulan Syakban” [Hadits Riwayat Bukhari 4/166, Muslim 1146]
Berkata Al-Hafidz di dalam Al-Fath 4/191: “Dalam hadits ini sebagai dalil atas bolehnya mengakhirkan qadha Ramadhan secara mutlak, baik karena udzur ataupun tidak”.
Namun, bersegera dalam mengqadha lebih baik daripada mengakhirkannya, karena masuk dalam keumuman dalil yang menunjukkan untuk bersegera dalam berbuat baik dan tidak menunda-nunda, hal ini didasarkan ayat dalam Al-Quran.
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
“Bersegeralah kalian untuk mendapatkan ampunan dari Rabb kalian” [Ali Imran: 133]