Oleh : Dahlan Iskan
DARI Beijing saya langsung ke Trenggalek. Lebaran di kota kelahiran lodhoh komersial itu. Saya ikut saja apa maunya anak-cucu.
Bupatinya Bonek: Mochamad Nur Arifin. Dipanggil Ipin. Masih muda: 32 tahun. Ketika terpilih sebagai wakil bupati ia baru berumur 25 tahun.
Istrinya model. I-nya lima. Ketika masih di SMA 17 Surabaya, dia ikut DBL, event kebanggaan anak-anak SMA di Indonesia.
Baca Juga:Libur Lebaran 2023, Kunjungan Wisata Pantai Jodo MembludakLebaran Prabowo
Tahun lalu kami berlebaran di Banyuwangi, meski juga tidak punya keluarga di sana.
Di Lebaran seperti inilah kami bisa berkumpul lengkap sekeluarga. Berlebaran seperti itu kami bisa berinteraksi sekeluarga dengan intensitas tinggi: dua harmal. Termasuk menjadi seperti anak kecil: main-main di alun-alun.
Ayunan di pantai. Naik-naik tumpukan batu. Beli makanan-makanan kaki lima di pinggir jalan. Duduk-duduk di trotoar. Dan bikin video main-main keluarga di Pantai Mutiara.
Acara formalnya hanya satu: diajak bupati salat Idulfitri di Masjid Agung Trenggalek. Lalu makan opor ayam di pendapa kabupaten.
Kali ini kami minta izin melaksanakan sungkeman keluarga di pendapa kabupaten. Mumpung masih sepi. Yang ramai adalah di halamannya: masyarakat mulai antre bersalaman dengan bupati sekalian dapat hadiah Lebaran.
Tahun lalu kami sungkeman di taman kompleks villa Soolong. Di pinggir laut Banyuwangi. Acaranya sama: para istri sungkem ke suami. Anak-anak sungkem ke orang tua. Cucu-cucu sungkem ke kakek-nenek. Anak yang lebih muda sungkem ke anak yang lebih tua. Cucu yang lebih kecil sungkem ke yang lebih besar.
Lalu ganti: para suami sungkem ke istri. Kami memang yakin para suamilah yang lebih banyak salah ke istri. Dan kesalahan suami itu biasanya hanya disimpan dalam-dalam di hati istri.
Baca Juga:Setengah LebaranSafari Tsinghua
Suami-sungkem-istri itu sudah bertahun-tahun kami lakukan. Jeleknya: itu bukan atas kesadaran para suami. Itu atas tuntutan para istri. Lalu para suami bisa menerima tuntutan itu. Kami pun, para suami, sungkem ke istri dengan keikhlasan tinggi.
Dari acara makan opor di pendapa ini saya bisa menarik kesimpulan: Bupati Ipin adalah pengagum Bung Karno. Foto dan lukisan proklamator Indonesia itu bertebaran di mana-mana. Ia sendiri selalu mengenakan kopiah khas Bung Karno. Wajahnya, saya pelototi, ada juga mirip Bung Karno: ganteng.