RADARPEKALONGAN.ID – Bagi umat musim di Indonesia, bulan Syawal selalu terasa spesial. Bukan hanya karena momen berhari raya Idul Fitri setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadan. Lebih dari itu, ada tradisi khas Idul Fitri ala Indonesia yang membuat lebaran terasa lebih panjang, yakni halalbihalal. Lalu apa keutamaan halalbihalal bagi setiap muslim, yuk simak ulasannya.
Tradisi halalbihalal sendiri merupakan budaya agama yang khas Indonesia, karena nyaris tidak dijumpai di negeri muslim lainnya. Pemandangan hari raya yang semarak itu bisa dilihat dari suasana pada 1 Syawal selepas shalat id di setiap perkampungan, di jalan-jalan dan gang, semua merayakan euforia berhari raya. Para warga saling bertandang, tak hanya dengan keluarga dan saudara, tetapi juga tetangga dan kerabat sosial lainnya.
Di Indonesia, suasana berlebaran ini memang dirasakan sejak malam 1 Syawal dan terus berlangsung sampai sepekan pertama bulan Syawal. Maka di beberapa daerah seperti Pekalongan muncul tradisi Syawalan yang kemeriahannya juga tak kalah dengan saat Idul Fitri.
Ilustrasi kemeriahan Idul Fitri. (freepik)
Baca Juga:[KHUTBAH IDUL FITRI 2023]: Ramadan, Idul Fitri, dan Perjuangan Manusia Menemukan Bahagia[Khutbah Idul Fitri 1444 H] Merayakan Cinta di Hari Raya
Sementara halalbihalal pun banyak digelar bani atau keluarga besar, perkantoran pemerintah dan swasta, organisasi, komunitas, dan lainnya. Acara semacam ini bisa berlangsung sampai dengan berakhirnya bulan Syawal.
Secara sederhana, halalbihalal bisa diterjemahkan bebas sebagai saling menghalalkan. Ya ini relate dengan tradisi maaf memaafkan selama lebaran di Indonesia, yakni saling menghalalkan hubungan sosial yang mungkin pernah diwarnai khilaf dan alpa.
Semua kembali kepada makna idul fitri itu sendiri, yang bermakna kembali makan dan secara esensi adalah kembali kepada kesucian fitrah manusia seperti halnya kondisi Adam dan Hawa saat masih mendiami surga.
Maka keutamaan halalbihalal juga erat kaitannya dengan keyakinan bahwa seorang muslim tidak cukup hanya mensucikan ruang personalnya dengan Allah atau hablumminallah, melainkan juga secara sosial dalam hubungan haqul adami dengan sesama (hablumminannas) yang tak luput dari kesalahan.