Oleh : Dahlan Iskan
SAYA berlebaran ke rumah dokter Mik. Minta maaf. Saya pernah mengabarkannya meninggal dunia: bulan lalu.
Yang sebenarnya meninggal adalah dokter Mok. Kembarannya. Dengan wajah yang sangat mirip. Dengan hobi yang sama: menyanyi. Bermusik. Bikin grup band. Nama mereka pun mirip banget: Ario Djatmiko dan Ario Djatmoko.
Dokter Mik ahli kanker. Dokter Mok meninggal karena kanker. Di usia 73 tahun. Dua-duanya sering ke Australia. Menjadi permanent resident negara itu.
Baca Juga:Lebaran IpinLibur Lebaran 2023, Kunjungan Wisata Pantai Jodo Membludak
Ario Djatmiko adalah dokter pertama Indonesia yang mampu mendeteksi kanker payudara ketika penyakit itu belum bisa dilihat oleh alat: 4 mm. Kemampuan deteksi kanker sedini mungkin adalah kunci berhasil tidaknya wanita sembuh dari penyakit kanker terbanyak di dunia itu.
Dokter Mik mendalami kanker di Belanda. Itu karena ibunya pernah menderita kanker payudara. Bisa sembuh. Ketika sang ibu akhirnya meninggal di usia 83 tahun itu bukan karena kankernyi muncul kembali.
Saya mengagumi dokter Mik karena prinsip hidupnya: hanya melihat dunia ini dari sudut baik dan buruk. Ia tidak pernah mempertimbangkan di dunia ini juga ada prinsip menang atau kalah. Bahkan untung atau rugi.
“Dengan memegang prinsip itu saya tidak bisa menjadi pebisnis yang besar,” ujarnya di rumahnya yang sepi di lingkungan orang kaya di Kertajaya Indah, Surabaya. Dua anaknya tinggal di Australia. Yang satu mendalami teknik industri. Satunya lagi ambil komunikasi.
“Saya memang tidak mau anak saya jadi dokter. Saya juga tidak mau anak-anak jadi pengacara atau politisi,” katanya.
Dokter Mik pernah tersinggung berat oleh orang yang memikirkan untung rugi. Ketika itu ia membuka klinik di sebuah rumah sakit. Pasiennya begitu banyak. Terbanyak. Lalu pemilik rumah sakit itu mengajaknya bicara: mengapa dari pasien yang begitu banyak hanya sedikit yang menjalani operasi.
Ternyata si pengusaha melihat untung-rugi. Juga berorientasi kalah dan menang. Rumah sakitnya tidak mau kalah. Ia menghendaki agar lebih banyak pasien menjalani operasi. Lalu bisa tinggal di rumah sakit lebih lama. Dokter Mik pun menjelaskan prinsip hidupnya sebagai dokter: mana yang terbaik untuk pasien. Yang tidak harus opname tidak akan diminta opname.