RADARPEKALONGAN.ID – Kaidah rezeki berikut sangat bermanfaat sekali. Jika kita memahaminya dengan baik, kita akan jadi orang yang optimis, semangat kerja, cepat move on dalam hal rezeki.
Kaidah rezeki (Fb kajiansunnahkuansing)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Fokuskanlah pikiranmu untuk memikirkan apapun yang diperintahkan Allah kepadamu. Jangan menyibukkannya dengan rezeki yang sudah dijamin untukmu. Karena rezeki dan ajal adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal, rezeki pasti datang. Jika Allah -dengan hikmahNya- berkehendak menutup salah satu jalan rezekimu, Dia pasti –dengan rahmatNya- membukan jalan lain yang lebih bermanfaat bagimu”.
Renungkanlah keadaan janin, makanan datang kepadanya, berupa darah dari satu jalan, yaitu pusar.
Baca Juga:Wujudkan Kota yang Rapi, 42 Spanduk dan 58 Banner Liar DitertibkanAwas! Jangan Terbangkan Balon Udara Sembarangan, Bisa Dipenjara 2 Tahun dan Denda Rp 500 Juta
Lalu ketika dia keluar dari perut ibunya dan terputus jalan rezeki itu, Allah membuka untuknya dua jalan rezeki yang lain, yakni dua puting susu ibunya, dan Allah mengalirkan untuknya di dua jalan itu; rezeki yang lebih baik dan lebih lezat dari rezeki yang pertama. Itulah rezeki susu murni lagi lezat.
Lalu ketika masa menyusui habis, dan terputus dua jalan rezeki itu dengan sapihan, Allah membuka empat jalan rezeki lain yang lebih sempurna dari yang sebelumnya; yaitu dua makanan dan dua minuman. Dua makanan yaitu dari hewan dan tumbuhan. Dan dua minuman yaitu dari air dan susu serta segala manfaat dan kelezatan yang ditambahkan kepadanya.
Lalu ketika dia meninggal dunia, terputuslah empat jalan rezeki ini. Namun Allah Ta’ala membuka baginya jika dia hamba yang beruntung delapan jalan rezeki. Itulah pintu-pintu surga yang berjumlah delapan, dia boleh masuk surga dari mana saja yang ia kehendaki.
Ilustrasi kaidah rezeki (Fb indonesiabertauhidofficial)
Dan begitulah Allah Ta’ala, Dia tidak menghalangi hamba-Nya untuk mendapatkan sesuatu, kecuali Dia berikan sesuatu yang lebih afdhal dan lebih bermanfaat baginya. Dan itu tidak diberikan kepada selain orang mukmin, karenanya Dia menghalanginya dari bagian yang rendahan dan murah, dan Dia tidak rela hal tersebut untuknya, untuk memberinya bagian yang mulia dan berharga.” (Al-Fawaid, hlm. 94)