Habis makan malam saya jalan-jalan di pinggir sungai. Ikut disiram cahaya. Mula-mula jalan di atas tanggulnya. Tanggul yang sudah dijadikan taman. Di perengan sungai itu masih ada lagi jogging track. Tiga jalur. Beda ketinggian. Saya turun ke yang paling pinggir air. Menyusuri sungai. Ide pun muncul: besok pagi saya akan senam dansa di taman pinggir sungai ini.
Malam itu juga, saya minta diantar ke pasar Covid-19 itu. Besoknya saya sudah harus ke kota Changsha.
“Pasarnya sudah ditutup. Tetap mau ke sana?” tanya temannya teman saya yang mengemudikan Mercy itu.
“Tetap ingin ke sana,” jawab saya.
Baca Juga:Buseett, Volume Sampah Lebaran Melonjak 180 Ton PerhariNagabonar Sudan
Kami pun menuju pasar itu. Jaraknya 40 menit dari pusat kota. Tapi lokasi itu masih belum termasuk pinggir kota. Berarti kota Wuhan ini memang besar sekali. Terbesar di Tiongkok tengah.
“Besar mana dengan Jakarta?” tanya saya pada si Mercy.
“Besar Jakarta,” jawabnya. Ia memang sudah sering ke Jakarta.
“Besar Wuhan,” tukas saya.
Kami tidak ingin memperpanjang debat. Kami menikmati cahaya lampu yang seperti tidak mikir tarif listrik.
“Siapa yang membayar listriknya? Masing-masing pemilik gedung?” tanya saya.
“Bukan. Listriknya dibayar Pemda Wuhan,” jawabnya.
“Siapa yang pasang lampunya?”
“Pemda Wuhan”.
Ternyata yang penting semua pemilik gedung mengizinkan disorot lampu yang dikendalikan dari komputer sentral. Agar tata cahaya dan desain cahayanya tertata di seluruh kota. Alangkah indahnya.
“Sudah dekat pasar,” kata si Mercy. “Di dekat lampu bang-jo sana itu,” tambahnya.
Ternyata benar. Saya tidak bisa melihat apa-apa. Pagarnya tinggi. Rapat. Seperti dari bahan hardboard.
Bangunan di dalam pagar itu masih ada. Tapi tidak terlihat jelas. Gelap. Tidak berlampu. Kelihatannya hanya saya yang memperhatikan bekas lokasi pasar itu. Pengendara lain cuek. Lalu-lintas padat. Tidak ada pengemudi yang menengok ke pasar itu.
Pagi harinya, setelah berolahraga di pinggir air, saya minta diantar ke rumah sakit terkenal itu: yang dibangun hanya 10 hari itu. Sekalian meninggalkan Wuhan menuju stasiun kereta cepat.
Baca Juga:Parah, Santri Korban Cabul Pengasuh Ponpes di Batang Kini Bertambah Jadi 25 OrangSimak, Perbaikan Jembatan Klidang Wetan Dimulai Mei Ini
Lokasi RS darurat ini sedikit di luar kota. Di dekat danau-danau besar. Wuhan memang ”kota seribu danau”. Wuhan adalah ibu kota provinsi Hubei. ”Hu” adalah danau. ”Bei” berarti utara.