Rumah sakit ini juga sudah tutup. Sudah lama. Rerumputan sudah tinggi. Saya pun hanya bisa keliling jalan raya di utara-barat-selatan-timur RS. Bangunan ini di atas tanah satu blok besar sendiri.
Di seberang baratnya lebih menarik. Banyak sekali bangunan apartemen tinggi. “Ini bekas wisma atlet olahraga militer,” ujar temannya teman saya itu.
Sebelum ada Covid di pasar itu, memang ada semacam kejuaraan dunia olahraga militer. Atlet militer Amerika juga tinggal di situ. Pun dari negara lain.
Baca Juga:Buseett, Volume Sampah Lebaran Melonjak 180 Ton PerhariNagabonar Sudan
Di seberang jalan utara RS terlihat ada bangunan satu lantai yang banyak. Salah satunya dipasangi tulisan “masakan halal”. Rupanya ini bekas kantin untuk para atlet militer itu.
Saya pun bertanya-tanya mengapa RS ini dibangun di sebelah apartemen tentara Amerika. Kelak, ketika Amerika merumorkan Tiongkok sebagai pembawa virus, Tiongkok membalas dengan rumor pula: Atlet Amerika itulah yang datang ke Wuhan membawa virus.
Di sekitar RS itu kini sudah begitu banyak hunian modern. Wuhan sudah berubah jadi modern. Kali pertama saya ke Wuhan masih di tahun 2000-an. Yakni untuk memastikan apakah remaja Wuhan bernama Zheng Cheng bisa menjadi kiper Persebaya. Waktu itu Wuhan masih kumuh. Padat. Semrawut. Berdebu.
Dulu Wuhan juga sering banjir. Terutama sebelum dibangunnya dam Lembah Tiga Ngarai. Saya pernah naik bus, dari Wuhan ke bendungan itu. Sembilan jam. Belum ada jalan tol. Belum ada kereta cepat. Jalan pun masih sempit dan banyak lubang.
Kiper Zheng Cheng lantas setahun bergabung di Persebaya. Lalu berkembang menjadi kiper terkemuka di negaranya. Ia pun menjadi kiper tim nasional Tiongkok. Bintangnya bersinar sangat lama sebagai kiper nasional.
Dari Wuhan saya ke Changsha. Kota kelahiran pemimpin besar revolusi Tiongkok, Mao Zedong. Changsha ibu kota provinsi Hunan. ”Nan” berarti selatan.
Changsha juga melahirkan Prof Yuan Longping, si penemu padi hibrida. Ia dianggap sosok yang menyelamatkan ratusan juta rakyat Tiongkok dari kelaparan. Ia beberapa kali diusulkan sebagai calon pemenang hadiah nobel. Tapi usul itu belum pernah terwujud. “Kalau saja Yuan kulit putih…” begitulah ungkapan kejengkelan di Tiongkok.