Tika Bima

Tika Bima
0 Komentar

“Ayah Bima akan pergi. Mungkin saya tidak bisa bertemu. Apakah saya jadi harus ke sana?” tanya Tika.

Saya berpikir sebentar. Antara kasihan dan memberi tantangan.

“Berangkat saja,” kata saya.

“Wartawan jangan terpaku pada hanya satu sumber. Kalau pun tidak bisa bertemu beliau Anda bisa bertemu teman-teman Bima di desa itu. Atau bertemu keluarga Bima yang lain. Atau guru-gurunya,” kata saya.

Mungkin Tika lagi mempertimbangkan apakah memadai berkubang-kubang tiga jam ke rumah Bima tanpa bertemu ayahnya. Tapi saya punya pengalaman panjang soal beginian. Kegigihan akan memberi hasil yang kadang di luar perkiraan.

Baca Juga:Buruan, Mitsubishi Tawarkan Promo Menarik di Bulan Mei 2023Jadi Pesaing Honda HR-V, Mitsubishi Patenkan Desain SUV Terbaru

Tidak ada tanda Tika mengeluh. Dia berangkat. Dia hanya bertanya apakah masih memadai ke desa yang begitu jauh.

“Setidaknya, di sepanjang perjalanan, Anda bisa menghitung ada berapa ratus kubangan menuju rumah Bima,” kata saya.

Maka pukul 09.10, Minggu pagi, Tika berangkat dari rumahnya. Dia naik sepeda motor milik sendiri. Bukan milik kantor. Tidak ada lagi media yang memberi kendaraan pada reporternya.

Jerih payah Tika membuahkan hasil.

Dia ternyata bisa bertemu keluarga Bima.

Lengkap.

Kakaknya, ibunya dan akhirnya ayahnya. Rupanya semua lubang di sepanjang jalan ikut mendoakan Tika.

Malam itu juga Tika sudah kirim tulisan. “Tulisan Anda bagus,” komentar yang saya kirim ke HP Tika.

“Sebenarnya saya wartawan TV. Tapi kadang membantu menulis di Radar Lampung Tengah. Kantornya jadi satu,” jawab Tika.

Hasil wawancara Tika itu sudah saya tulis di Disway kemarin. Hari ini saya menurunkan tulisan Tika, khusus mengenai lubang-lubang dajjal di sepanjang jalan itu. Saya juga menyertakan foto-foto yang dibuat Tika.(Dahlan Iskan)

***

Oleh: Tika

Baca Juga:Nih Catat Tanggalnya, Ari Lasso Gelar Konser 3 Dekade Perjalanan CintaIndonesia Dapat Tambahan Kuota Haji 8 Ribu Jemaah, Kemenag Batang : Kita Dapat Tambahan 35 Jemaah

Baru berkendara 4 kilometer dari rumah saya, tepatnya di jalan perbatasan Kampung Mujirahayu hingga Kampung Gayausakti, Kecamatan Seputih Agung, saya sudah harus melintasi jalan yang rusak.

Panjangnya kurang lebih 1,5 kilometer.

Jalan yang penuh dengan lubang yang cukup lebar. Gundukan tanah. Batu sisa-sisa timbunan. Batu-batu aspal yang terkelupas. Ditambah bagian-bagian becek karena beberapa hari lalu diguyur hujan.

0 Komentar