Keluarga Djarum, katanya, juga mementingkan sikap jangan arogan dan sombong.
Lalu jangan memanjakan anak.
Harus tahu tata krama.
Juga harus bisa tepo seliro –ungkapan Jawa yang berarti tahu diri. Artinya: ”jangan melakukan sesuatu yang Anda tidak mau orang lain melakukan itu terhadap Anda”.
“Musuh kelangsungan hidup perusahaan keluarga itu adalah kencing manis,” ujar Armand bercanda.
Saya pikir itu penyakit.
Itu plesetan.
“Yakni kalau melihat wanita manis langsung mau kencing,” jelasnya.
Kelakuan seperti itu, katanya, yang banyak menghancurkan kelangsungan perusahaan keluarga. Anak banyak dari istri yang banyak. Perusahaan pun ikut ruwet.
Armand sendiri, punya istri satu: putri konglomerat Mie Sedaap group.
Baca Juga:Kendarai Vespa, Cak Imin Daftarkan Sejumlah Artis hingga Mantan Kabareskrim Jadi Caleg PKBUniversitas Al Azhar Mesir Buka Pendaftaran Mahasiswa Baru, Ada Peluang 20 Kuota Jalur Beasiswa
Mereka bertemu ketika sama-sama kuliah di Amerika. Perkawinan mereka jadi pembicaraan hangat: bagaimana anak konglomerat bisa kawin dengan anak konglomerat.
Maka bayangan terhadap Armand pun jauh dari kenyataannya yang sederhana.
“Apakah prinsip hidup sederhana seperti itu yang membuat salah satu anggota keluarga Djarum memutuskan jadi biarawati?” tanya saya di sesi tanya jawab.
“Pak Dahlan ini sebenarnya sudah tahu jawabannya,” katanya.
“Iya pak, memang begitu. Sepupu saya itu sejak remaja terkenal sering membantu orang yang dalam kesulitan,” katanya.
Anda sudah tahu: sang sepupu memutuskan meninggalkan kerajaan Djarum. Pergi ke daerah miskin, dekat Kolkata (sebelumnya Calcutta), India. Dia bergabung ke Bunda Teresa di sana.
Cipta Ciputra Harun, cucu konglomerat Ciputra, juga bercerita soal tidak dimanja itu.
Cipta pernah ditugaskan ikut mengelola real estate grup Ciputra di Makassar.
Ia hanya digaji Rp 2,5 juta sebulan. Harus cukup untuk hidup. Maka Cipta pun tinggal di tempat kos di Makassar.
Baca Juga:Family KonstitusiMantap! Pemkab Batang Peroleh Predikat Opini WTP 7 Kali Berturut turut
Dari forum yang banyak menampilkan generasi kedua dan ketiga itu terlihat konstitusi keluarga mereka anggap kian penting. Itu lantaran nilai-nilai keluarga kian sulit dilestarikan.
Misalnya karena jumlah keluarga kian banyak. Dari dua orang menjadi 7 orang. Lalu menjadi 15 orang. Dan seterusnya.
Apalagi kalau mereka sudah menyebar ke tiga benua: Eropa, Asia, dan Amerika. Kian sulit berkumpul. Lewat zoom pun tidak mudah. Perbedaan waktu di tiga lokasi itu sulit dikompromikan.