Jalan utama masuk ke kampus UIII dibuat lebar sekali. Mungkin mengambil pengalaman dari jalan masuk ke kampus U yang I-nya satu di Depok. Yang sudah dibuat dua jalur tapi akhirnya terasa sempit. Kurang anggun.
Jalan masuk UIII –saya perlu menarik napas untuk mengucapkannya secara jelas– terasa anggun.
Di ujung jalan masuk itu ada plaza luas. Kami turun dari mobil sebelum plaza itu. Sejak dari situ tidak boleh lagi ada kendaraan. Siapa pun yang akan ke gedung induk UIII harus berjalan kaki melewati plaza luas itu.
Baca Juga:Tanpa WapresCara Mengolah Daun Kelor untuk Mendapatkan Manfaat Terbaik Bagi Kesehatan
Yang disebut gedung induk UIII pun bukanlah satu gedung. Ada tiga bangunan. Terpisah. Berdekatan. Komposisinya seperti membentuk gerbang besar. Komposisi gedung-gedung itu seperti menyiratkan sikap welcome.
Bangunan paling kanan adalah masjid yang bukan seperti masjid –terlihat masjid hanya dari menaranya yang menjulang modern. Bangunan yang di tengah adalah gedung rektorat. Yang di sebelah kiri adalah gedung perpustakaan.
Tiga gedung itu melambangkan hati, tangan, dan otak.
Itulah filsafat dasar yang menjadi misi UIII. Hati, tangan, otak. Nurani, action, cerdas.
Di balik bangunan-bangunan itu ada danau. Memanjang dan melengkung. Saking panjangnya ujung danau tidak terlihat. Akan indah sekali. Kelak.
Kini danau itu masih seperti empang. Masih akan menunggu lama untuk bisa menjadi seindah danau di dalam kampus pusat Universitas Terbuka di Pondok Cabe Jakarta.
Di kejauhan sana terlihat asrama mahasiswa. Juga sebagian perumahan dosen. Saya tidak ke dua lokasi ini. Waktu tidak cukup. Saya langsung ke gedung perpustakaan. Empat lantai. Pakai eskalator. Saya ingin membandingkan dengan perpustakaan Mochtar Riyadi di kampus Tsinghua University Beijing –yang sebulan lalu saya ke sana.
Saya diantar menuju ruang atas perpustakaan itu. Ada satu lantai khusus untuk buku-buku referensi. Lantai yang lain untuk non-referensi.
Baca Juga:Prinsip ArmandKendarai Vespa, Cak Imin Daftarkan Sejumlah Artis hingga Mantan Kabareskrim Jadi Caleg PKB
Di lantai atas itu saya tertegun. Semua buku perpustakaan CSIS ada di sini. Sudah dihibahkan ke UIII. Perpustakaan CSIS sendiri sudah tutup. “Maka buku tentang masa Orde Baru paling lengkap sekarang ada di sini,” ujar Prof Bahrul.