Waktu itu orang tua Panji tidak langsung kirim anaknya ke Gontor. “Takut di Gontor tidak diajari membaca Quran dan kitab kuning,” kata Panji mengutip ayahnya.
Sang ayah adalah kepala desa di Dukun. Kakeknya pun kepala desa di situ. Pun buyutnya. Leluhur Panji pindah ke Dukun dari kampung aslinya di Pamekasan. Kini pun kepala desanya masih keponakannya.
Setelah tamat ibtidaiah, Panji dikirim ke pondok Peterongan, Jombang. Tidak kerasan. Lalu ke pondok di Kaliwungu, sebelah barat Semarang. Tidak kerasan. Pendaftaran siswa di Gontor sudah tutup. Maka Panji pun dimasukkan ke pondok Maskumambang, Gresik. Tidak kalah besar dari Peterongan. Juga tidak kalah terkenal.
Baca Juga:Mendagri Kembali Tunjuk Lani Dwi Rejeki Sebagai Pj Bupati BatangKomisi B Surati Pemda Segera Berantas Prostitusi, Su’udi : Ini Hal Kecil dan Mudah, Hanya Butuh Komitmen Saja!
Maskumambang dekat sekali dengan Dukun. Zaman itu keinginan masuk pondok haruslah pondok yang jauh. Kian jauh kian baik.
Setelah hampir setahun di Maskumambang barulah Panji dimasukkan ke Gontor.
Pun ketika tamat dari Gontor Panji dilarang meneruskan ke IAIN Jakarta. Terlalu jauh. Mahal. Tidak ada keluarga dekat. Dan yang penting: keadaan lagi tidak aman. Tahun 1966 Jakarta sangat kacau. Tegang. PKI baru saja dibubarkan. Bung Karno harus diturunkan.
Panji nekat ke Jakarta. Pun ketika tidak diberi uang oleh orang tua. Panji tahu cara dapat uang. Ia datang ke jaringan dagang ayahnya di Lamongan. Dagang hasil bumi.
Panji pun pinjam uang ke rekan dagang ayahnya itu. Senilai beras 1,5 kuintal. Ia tahu ayahnya pasti kirim hasil panen ke orang itu. Panji berterus terang: pinjaman itu sebagai siasat agar orang tuanya memberi uang untuk kuliah.
Sejak di Gontor, Panji sudah mendengar: begitu hebat IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Jakarta. IAIN Ciputat jadi buah bibir melebihi IAIN lainnya. Boleh dikata cita-cita santri Gontor umumnya ingin melanjutkan kuliah ke sana. Setidaknya ke IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Di UIN (sebelumnya IAIN) Ciputat itulah Panji bertemu banyak pemikir Islam. Terus berdiskusi dengan mereka. Ia ikut jadi aktivis. Ia jadi pengurus cabang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia ikut mengusung tokoh pembaruan pemikiran Islam Dr Nurcholish Madjid terpilih kembali menjadi ketua umum HMI. Nurcholish, sebagaimana Bung Karno, Gus Dur, Cak Nun, dan pelawak terkenal Srimulat Asmuni, adalah orang Jombang.