Oleh : Dahlan Iskan
BEGITU banyak alasan untuk memojokkan Al Zaytun. Syekh Panji Gumilang adalah keluarga partai Masyumi. Aktivis HMI. Dekat dengan tokoh-tokoh seperti Nurcholish Madjid, Moh Natsir, Prawoto, Roem, dan seterusnya. Bekerjanya juga di Rabithah Alam Islami yang dimotori Arab Saudi yang Wahabi.
Masyumi adalah partai Islam yang sangat antikomunis. Ia pemenang kedua Pemilu 1955. Pemenang pertamanya PNI (kini menjadi inti dari PDI-Perjuangan). Pemenang ketiga adalah Partai NU. PKI di urutan keempat.
Masyumi anti-PKI. Orang-orang NU pun dulunya Masyumi juga –sebelum memisahkan diri menjadi partai sendiri. Pesantren kami di Magetan yang ubudiyahnya sangat NU dan menjadi pusat tarekat Syatariyah, rasanya juga pernah di Masyumi. Itu lebih karena kiai-kiai kami dibunuh PKI di tahun 1948. Pun sampai mursyid Syatariyah kami ikut sirna.
Baca Juga:Giliran Kemenag Desak Pemberantasan Prostitusi di BatangInnalillahi, Satu Jemaah Haji Asal Demak Meninggal di Madinah
Kelak, di tahun 2015-an, saya mengajak tokoh sentral PKI-Madiun untuk ke pesantren kami. Kami ingin kebencian lama cukuplah jadi kenangan. Mumpung tokoh itu, Soemarsono, masih hidup. Tinggal di Australia. Dua tahun lalu meninggal dunia.
Partai Masyumi juga sangat anti Bung Karno. Masyumilah yang menganggap Bung Karno kian dekat ke PKI. Masyumi akhirnya terlibat dengan pemberontakan PRRI di Sumatera Barat. Bersama dengan PSI –Partai Sosialis Indonesia. Ketua Partai PSI adalah Soemitro Djojohadikoesoemo, ayah Prabowo Subiyanto.
Tokoh-tokoh Masyumi pun ditangkap. Seperti Moh Natsir dan Moh Roem. Dimasukkan ke penjara di Madiun. Soemitro Djojohadikoesoemo, yang juga akan ditangkap, melarikan diri ke Malaysia.
Masyumi dan PSI pun dibubarkan oleh Bung Karno.
Ketika Bung Karno dijatuhkan Jenderal Soeharto –sebagian besar Anda belum lahir– orang-orang Masyumi terbelah. Sebagian berkeras mendirikan kembali Masyumi. Soeharto, yang membubarkan PKI, tidak setuju. Soeharto tidak mau Indonesia pindah bandul dari kiri langsung ke kanan. Indonesia harus di tengah. Partai NU tetap eksis karena dianggap partai Islam tengah.
Tapi arus untuk menghidupkan kembali Masyumi sangat besar. Akhirnya disetujui berdiri. Asal namanya bukan Masyumi. Maka berdirilah Parmusi. Partai Muslimin Indonesia.
Partai ini pun tidak boleh sepenuhnya menjadi kandang baru tokoh-tokoh seperti Natsir dan Moh Roem. Ruh partai ini pun dihancurkan dari luar dan dalam.