Radarpekalongan.id – Bicara soal pornografi, risiko anak terpapar konten tersebut ada di mana-mana ya Ayah Bunda. Apalagi saat anak usia SD sudah “fasih” menggunakan gadget.
Sebagai orang tua, pernahkah Anda bingung bagaimana cara menjelaskan pornografi ketika anak Anda menceritakannya?
Jadi kalau Bunda dan Ayah bingung, tidak ada salahnya mencoba tips dari psikolog anak Tiga Generasi Anastasia Satriyo atau biasa disapa Anas, Ayah dan Bunda.
Jika anak Anda bertanya tentang pornografi, katakan bahwa konten tersebut tidak sesuai dengan pemahaman anak karena konten tersebut untuk orang berusia 17 tahun ke atas. Delain itu, acara atau konten yang ditonton anak-anak harus sesuai dengan usianya.
Baca Juga:Dorong Inovasi Siswa SMA di Bidang Skincare, i3L Gelar Kompetisi iCS 2023Beasiswa LPDP Tahap 2 Dibuka 9 Juni, Segera Periksa Skor IELTS dan TOEFL yang Diperlukan
“Terkait bahaya pornografi, salah satu penjelasan yang bisa diberikan kepada anak SD sama dengan kenapa kita tidak boleh melihat adegan kekerasan. Karena habis ngelihat konten kayak gitu, kita bisa shock, takut dan jadi kepikiran” kata Anas sambil ngobrol.
Berpikir di sini berarti anak bisa berpikir antara takut melihat isinya dan di sisi lain juga ingin melihatnya. Akibatnya, anak-anak hanya fokus pada hal ini. Hmm, jadi bagaimana jika anak bertanya tentang konten orang telanjang?
“Kita bisa menjelaskan kepada anak sekolah bahwa jika kita melihat orang lain telanjang, itu bisa mempengaruhi cara kita melihat orang lain dan efeknya tidak baik,” kata Anas.
Himbauan pornografi sebenarnya bisa dimulai dengan mengajarkan anak tentang pendidikan seks sejak dini, termasuk mengenalkan bagian tubuh. Pada usia 4 tahun, anak mulai belajar sentuhan yang baik dan sentuhan yang buruk, termasuk siapa yang boleh mencuci baju, menyentuh alat kelamin, dan kapan anak boleh melepas pakaian dan siapa yang bisa melihat.
Anas menuturkan, jika konsep ini sudah ditanamkan sejak kecil, saat anak SD mengetahui bahwa memperlihatkan atau melihat aurat adalah hal yang tidak boleh dilakukan. Soalnya, anak mungkin berpikir kalau dia tidak bisa memperlihatkan aurat tubuhnya, berarti anak juga tidak bisa saling melihat aurat.(*)