Oleh : Ighna Utsani Fitria
Indonesia merupakan suatu negara, yang memiliki keanekaragaman suku, ras, adat istiadat dan agama. Maka itu Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika (Berbeda tetapi tetap satu jua). Masyarakat Indonesia Harus menanam dan memiliki sifat moderat agar tidak terpecah belah persatuan Indonesia untuk mencapai kerukunan kedamaian hidup yang indah.
Islam sebagai agama dan sistem nilai yang bersifat transendental, sepanjang perjalanan sejarahnya, telah membantu para penganutnya untuk mengalami realitas yang pada gilirannya mewujudkan pola-pola pandangan dunia tertentu. Pola-pola pandangan yang mendunia dan pranata-pranata sosial dan kebudayaan itu turut mempengaruhi perkembangan dunia. Islam dalam realitas sosial dapat berperan sebagai subyek yang mendinamisasi dan menentukan perkembangan sejarah.
Islam dan kebudayaan memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan, Islam sendiri memiliki nilai-nilai universal dan mutlak sepanjang zaman. Namun, Islam sebagai keyakinantidak kaku dalam menghadapi waktu dan perubahannya. Berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya, adat atau tradisi, Islam selalu tampil dalam bentuk yang fleksibel.
Baca Juga:Tradisi Pengantin Giling di Pabrik Gula Sragi Kabupaten PekalonganKemenag Membutuhkan 342 Guru dan Tenaga Kependidikan di Madrasah Unggulan
Begitu pula dengan Islam yang berkembang di masyarakat Jawa yang sangat kental dengan tradisi dan budayanya. Hingga saat ini, tradisi dan budaya Jawa mendominasi tradisi dan budaya nasional Indonesia, termasuk Di Pekalongan Jawa Tengah.
Masyarakat Jawa yang masih mayoritas beragama Islam tidak dapat meninggalkan tradisi dan budaya Jawa, meskipun terkadang tradisi dan budaya tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Memang ada beberapa tradisi dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan diikuti tanpa bertentangan dengan ajaran Islam, namun banyak juga yang bertentangan dengan ajaran Islam. Tentu saja, orang Jawa yang menganut ajaran Islam secara ketat dapat memilih dan mendalami budaya Jawa apa yang masih bisa dilestarikan tanpa melakukan ajaran Islam. Pada saat yang sama, orang Jawa yang tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang Islam berusaha untuk menjaga warisan nenek moyang mereka dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, meskipun bertentangan dengan ajaran Islam. Fenomena ini terus berlanjut hingga sekarang.
Seperti tradisi nyadran di Pekalongan Jawa Tengah, Bagi masyarakat Jawa, kegiatan nyadran tahunan merupakan kegiatan keagamaan sosial. Nyadran tersebut dilakukan untuk mengunjungi makam leluhur. Ritual ini dianggap untuk melestarikan tradisi dan warisan budaya leluhur. Dalam tradisi Jawa, nyadran biasanya dilakukan pada bulan tertentu, seperti menjelang Ramadhan, yaitu Sya’ban atau Ruwah. Nyadran dan ziarah besar adalah dua ekspresi budaya religi yang memiliki kemiripan dalam ritual Perbedaannya hanya pada pelaksanaannya, dimana waktu nyadran biasanya ditentukan oleh pemerintah daerah dan pelaksanaannya dilakukan secara kolektif dan diakhiri dengan membagi makanan atau makan makan yang telah dibawa oleh masyarakat.