RADARPEKALONGAN.ID – Riwayat dan sejarah pembatikan di Ponorogo sangat berpengaruh terutama batik Ponorogo. Yang kisahnya berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah Jawa.
Batik Ponorogo motif merak (Twitter/@KangSirmadji)
Sejarah Perkembangan Batik Ponorogo
Pada waktu itu ada seorang keturunan dari kerajaan majapahit yang bernama raden katong. Adik dari raden patah.
Raden katong inilah yang membawa agama islam ke ponorogo dengan mendirikan pesantren.
Baca Juga:Aneka Ragam Motif Batik Madura yang Perlu Kamu KetahuiYuk! Kenali Batik Madura dari Karakteristik dan Aneka Ragam Motifnya
Dia dikenal sebagai Kyai Hasan Basri dan lebih dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegal Sari.
Pesantren tegal sari ini selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan kesusasteraan.
Seorang murid kesusasteraan yang terkenal dari tegal sari adalah Raden Ronggowarsito.
Kyai Hasan Basri kemudian menjadi menantu Raja Keraton Solo. Lalu putri keraton Solo diboyong ke Tegal Sari, diikuti oleh para pengirinnya.
Dari sanalah batik Ponorogo menjadi sangat dipengaruhi oleh batik Solo.
Disamping itu, banyak pula keluarga keraton solo belajar di pesantren Tegal Sari dan semakin menguatkan pengaruh batik Solo terhadap batik Ponorogo.
Peristiwa inilah yang membawa seni batik keluar dari Keraton Solo menuju Ponorogo.
Reog dan Batik bersatu padu dalam budaya ponorogo (Twitter/@historydunia)
Saat pemuda pemudi yang didik di pesantren tegal sari lulus, mereka membaur di tengah masyarakat dan menyumbangkan ilmu di bidang pemerintahan atau agama.
Mereka juga mengembangkan tradisi membatik sebagai salah satu mata pencaharian.
Baca Juga:Yuk, Ketahui Aneka Ragam Batik Banten dengan MotifnyaPerjuangan Ibu Widianti, Generasi Pewaris Ke-3 dalam Melestarikan Batik Tulis Oey Soe Tjoen Pekalongan
Daerah perbatikan lama bisa dilihat sekarang adah daerah kauman, yaitu kepatihan wetan, hingga meluas ke desa ronowijoyo, mangunsuman, kertosari, setono, cokromenggalan, kadipaten, nologaten, bangunsari, cekok, banyudono dan ngunut.
Saat itu, obat obat yang dipakat dalam pembatikan adalah obat buatan dalam negeri dari kayu kayuan, antara lain pohon tom, mengkudu, dan kayu tinggi.
Sedangkan bahan kain putihnya juga memakai buatan lokal dari tenunan gendong. Kain putih impor batu dikenal di ponorogo pada akhir abad XIX.
Pembuatan batik cap di ponorogo baru dikenal setelah perang dunia 1 berakhir. Daerah Ponorogo pada awal abad XX sangat terkenal dengan batiknya dengan pewarnaan nilai yang tidak luntur.