Dia juga mengingatkan ke seluruh warga NU bahwa saat ini hidup di antara dua kutub yang saling bertentangan. Ada kutub liberalisme formalisme, materialisme dan sebagainya di sisi kiri. Ada pula radikalisme di sisi kanan.
Nahdlatul Ulama sebagai penganut paham Ahlussunah Waljamaah (Aswaja), berada di dalam paham washatiyah, atau di tengah-tengah. Maka warga NU harus tetap menjalankan fungsi menjaga negeri, menjaga Islam ala Ahlussunah Wal Jamaah.
Apalagi saat ini, lanjut Muhtarom, Indonesia tengah ‘diintai’ secara global oleh bahaya perang nuklir, diintai oleh terulangnya kembali pandemi, dan diintai oleh ekonomi dunia yang semakin hari semakin tidak menentu. Di satu sisi, pada saat yang sama formalisme, formalistik dalam sisi-sisi kehidupan semakin merajalela. Menghilangkan substansi dan esensi.
Baca Juga:Beri Penguatan di Rupbasan Pekalongan, Plt Kakanwil Kemenkumham: Trust Is PriorityTinjau Calon Lahan Rencana Relokasi Lapas Pekalongan Seluas 4 Ha, Plt Kakanwil Kemenkumham Jateng: Ini Bagus Tanahnya
Bahkan, banyak hal yang bersifat materialistik namun dibalut dengan seolah religiusitas. Seakan-akan berkaitan agama, namun sebenarnya esensinya adalah materialistik.
Untuk itu, Nahdlatul Ulama bersama seluruh badan otonomnya harus memahami dan melawan itu semua. Meskipun mayoritas warga nahdliyyin secara kehidupan ekonomi masih di bawah garis kemiskinan.
“Namun tanggung jawab kita sebagai pewaris darah perjuangan tetap harus terjaga dan harus kita laksanakan. Tidak peduli orang mau bilang apa. Karena, itu adalah mental yang diturunkan ke kita, dan amanah itu harus kita tunaikan,” terang Muhtarom.
Maka, imbuh Muhtarom, seluruh warga NU harus terus menata diri demi menjaga Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. (way)