RADARPEKALONGAN.ID – Gevangenisbewarder te Pekalongan atau biasa dikenal dengan Penjara Tua Pekalongan merupakan salah satu bangunan tua yang ada di Pekalongan. Bangunan yang kini menjadi Lapas Kelas IIA Pekalongan tersebut merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1913.
Penjara ini awal mulanya digunakan bangsa Belanda untuk menghukum orang-orang yang menantang pemerintah dan narapidana kasus kriminal. Sebelum dibangunnya penjara ini, narapidana yang dhukum ditempatkan di Benteng Belanda atau yang sekarang digunakan sebagai Rutan Pekalongan.
Sejarah Penjara Tua Pekalongan
Sejarah Lapas Pekalongan atau penjara tua Pekalongan sangat menarik untuk dibahas karena beberapa tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia pernah dipenjara di sini, seperti Ki Hajar Dewantara (1921) dan H. M Misbach (1920-1922).
Baca Juga:Bikin Merinding! Kisah Misteri Benteng Vastenburg, Salah Satu Tempat Favorit untuk Event Kuliner di SoloSiap-siap, Seleksi CPNS 2023 Dimulai Bulan September! Berikut Ini Mitos dan Fakta Seputar PNS
Hal yang menonjol dan menjadi ikonik dari Penjara Pekalongan adalah “menara kembar”. Menara kembar tersebut hingga kini masih kokoh berdiri tegak dan terjaga keasliannya sejak awal berdiri tahun 1913.
Dulu para napi yang dipenjara di Penjara Pekalongan, selain menjalani hukuman juga untuk ikut kerja paksa. Dibandingkan pelaku kriminal biasa, mereka yang dipenjara karena melakukan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial akan mendapatkan hukuman lebih berat.
Beberapa tokoh nasional pernah merasakan kurungan di Penjara Tua Pekalongan ini. Salah satunya yaitu Ki Hajar Dewantara yang pernah dipenjara selama 3 bulan, sejak Februari 1921. Baju penjara yang pernah dikenakan oleh Ki Hajar Dewantara pada waktu tersebut beserta surat pembebasannya hingga kinimasih tersimpan di Museum Kirti Griya Tamansari Tamansiswa Yogyakarta.
Pada masa penjajahan Jepang, penjara ini digunakan untuk kamp tahanan, yang mana sebagian besar tahanannya adalah warga Belanda. Kamp ini dinamakan Kamp Interniran (kamp tahanan). Sedangkan sebagian lagi orang Belanda ditahan di gudang garam dan pabrik gula di Wonopringgo.
Kondisi para tahanan tersebut cukup memprihatinkan. Selain kekurangan bahan pangan, meraka juga banyak yang terserang penyakit. Kejadian tersebut berakhir ketika Jepang meninggalkan Pekalongan tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1945.