Tak terkecuali soal pengalaman bagaimana Universitas Al Azhar dapat bertahan selama 10 abad sebagai lembaga pendidikan yang sekarang terdapat 400 ribu lebih mahasiswa dari 120 kewarganegaraan tidak bayar, dikasih makan, hingga penginapan. Menarik, karena mereka ini dibiayai oleh AL-Azhar melalui instrumen wakaf.
Prof Musthofa Dasuki Kisbah menukil ayat Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 92, hadits hingga ijtihad para ulama fiqih untuk menjelaskan bagaimana terminologi kata wakaf bermakna abadi, permanen. Begitu sudah diserahkan, maka wakaf sudah selesai, tidak boleh diambil lagi. Hal ini menjadi ijma’ ulama fiqih.
“Kecuali pendapat Imam Abu Hanifah, bahwa wakaf boleh dilakukan secara temporer, sementara waktu yang sewaktu-waktu wakaf dapat diambil lagi, kecuali wakaf berupa masjid, kuburan, dan keputusan pengadilan, bahwa wakaf ini tidak boleh temporer, harus bersifat abadi,” terang Prof Musthofa Dasuki Kisbah.
Baca Juga:Perintisan PCA Krapyak Kembali Diseriusi, 7 Tahun Masa Jomblo PCM Krapyak Segera BerakhirTemuan Kasus TBC di Kota Pekalongan Tembus 444, Mentari Sehat Indonesia Dorong Kolaborasi Multi Sektor untuk Eliminasi TBC
Dikatakan, wakaf adalah pemberian bersifat vertikal, keluar dari diri dikembalikan kepada Allah SWT. Karena itu, status dan peran nadhir wakaf adalah sebatas penerima amanat dan pengelola, bukan pemilik harta.
“Wakaf itu harta yang menjadi miliknya Allah, lepas dari kepemilikan kita sehingga nadhir bukanlah pemilik wakaf itu. Oleh karenanya wakaf tidak boleh hilang, tidak boleh berkurang, tidak boleh rusak, tapi terus berkembang,” bebernya.
Prof Musthofa Dasuki Kisbah menyebut peran nadhir dalam wakaf sebagai yang dipercaya oleh wakif untuk mengelola wakafnya, tetapi tidak boleh menguasai harta wakaf.
“Nadhir hanya boleh bagaimana mengelola wakaf itu sesuai dengan tujuan dan kemaslahatannya. Oleh karenanya harus menjaga wakaf itu supaya tidak berkurang dan rusak, termasuk tidak boleh diwariskan,” imbuhnya.
Dijelaskan pula oleh Prof Musthofa Dasuki Kisbah tentang jenis-jenis wakaf dilihat dari aspek tujuannya. Pertama, wakaf yang diperuntukkan untuk publik, contohnya seperti membangun sekolahan, rumah sakit, jalan raya.
Kedua, wakaf yang ditujukan untuk keluarga yang mengambil manfaatnya, yaitu seperti anak, cucu, dan saudara. Namun wakaf jenis ini harus dengan catatan, yakni tidak menyalahi waris. Yang terakhir adalah wakaf yang peruntukannya bagi publik sekaligus keluarga.