Taswono, selaku Mangku Anom Desa Linggo Asri, menjelaskan perkembangan ajaran agama Hindu dari berbagai periode yang terjadi di desa ini. Ajaran kapitayan, yang merupakan kepercayaan monoteisme asli Jawa, diyakini ada sejak tahun 400 kalender saka, atau sekitar abad ke-5 atau 6 Masehi. Bukti fisik berupa punden berundak menghubungkan daerah Linggo dengan wilayah kerajaan Medhang atau kerajaan Kalingga, karena wilayah ini termasuk dalam pesisir utara Kalinggapura.
Taswono juga menjelaskan bahwa Linggoasri sudah mempraktikkan moderasi agama sejak lama. Ketika ajaran kapitayan berkembang dan penganutnya melaksanakan ritual di punden berundak, penerimaan terhadap ajaran baru seperti ajaran Siwa (agama Hindu) terjadi tanpa pertengkaran. Sebaliknya, kedua ajaran ini berbaur dan berakulturasi dengan budaya lokal.
Pada era peralihan dari Kerajaan Majapahit ke Kerajaan Demak, saat Islam telah menyebar di tanah Jawa melalui para Wali, Sunan Kalijaga memperlihatkan toleransi dengan mengakulturasikan ajaran Islam dan kearifan lokal dengan budaya lama, termasuk tradisi wayang. “Praktik seperti slametan yang masih dijalankan oleh warga Hindu adalah salah satu contoh dari akulturasi ini,” ungkap Taswono.
Baca Juga:Percepatan Penurunan Stunting, Seluruh ASN Digerakkan dalam Program ‘One Day One Egg’Warga Terima Daging Busuk, Untuk Tangani Stunting
Dari panjangnya sejarah terkait kepercayaan yang ada di daerah Linggo Asri, imbuh Taswono, dirinya berharap Laboratorium Moderasi Beragama dapat membantu mempertahankan kearifan lokal di daerah ini dan menjaga kelestariannya melalui kunjungan dan kegiatan-kegiatan berikutnya. (way)