Pro dan Kontra Pilkada oleh DPRD, Akademisi Undip Sarankan Pemanfaatan Teknologi untuk Efisiensi Biaya

Pro dan Kontra Pilkada oleh DPRD, Akademisi Undip Sarankan Pemanfaatan Teknologi untuk Efisiensi Biaya
ACHMAD ZAENURI BERI TANGGAPAN - Ketua PD PKS yang uga anggota DPRD Kendal, Sulistyo Aribowo, ikut menanggapi pro kontra wacana pengembalian Pilkada ke DPRD.
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID, KENDAL – Wacana pengembalian Pilkada ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terus menuai kritik dari berbagai pihak. Terutama dari kalangan politisi, akademisi, dan pakar demokrasi yang menilai kebijakan tersebut berpotensi mengurangi partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan kepala daerah.

Salah satu kritik datang dari Sulistyo Aribowo, Ketua DPD PKS Kabupaten Kendal, yang menyatakan meskipun Pilkada oleh DPRD dapat mengurangi biaya penyelenggaraan, langkah tersebut dapat dianggap sebagai kemunduran dalam praktik demokrasi.

“Secara pribadi, saya senang jika ada penghematan dari sisi pembiayaan. Namun, dari perspektif demokrasi, apakah ini tidak dianggap sebagai kemunduran? Pilihan yang melibatkan masyarakat langsung tentu lebih berbeda dibandingkan dengan yang hanya melibatkan perwakilan,” ujar Sulistyo Aribowo.

Baca Juga:PHRI Kendal Desak Pemerintah Terapkan Perlakuan Pajak yang Adil untuk Semua PengusahaAgen Pegadaian Tingkatkan Literasi Produk Lewat Edukasi Interaktif di Pekalongan

Kekhawatiran Tentang Legitimasi Kepala Daerah

Aribowo juga menyoroti masalah legitimasi kepala daerah yang dipilih oleh DPRD dibandingkan dengan pemilihan langsung oleh rakyat. “Kekuatan legitimasi kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat lebih kuat dibandingkan yang dipilih oleh perwakilan,” tambahnya.

Biaya Pilkada: Investasi Demokrasi atau Beban?

Sebelumnya, Nur Hidayat Sardini, pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip), juga mengkritisi wacana tersebut. Menurutnya, meskipun biaya penyelenggaraan Pilkada cukup besar, biaya tersebut seharusnya dilihat sebagai investasi politik yang berkontribusi pada sistem demokrasi yang sehat.

“Biaya yang dikeluhkan dalam Pilkada harus dimaknai sebagai investasi politik. Dalam konsep pemilu internasional, biaya ini wajar. Namun, jika kedaulatan rakyat dikurangi, maka nilai demokrasinya akan berkurang,” ujar Sardini, yang juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Cabang Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).

Menurutnya, pemilihan langsung oleh rakyat dengan prinsip one person one vote memberikan kedaulatan penuh kepada masyarakat. “Pilkada oleh DPRD akan menjadi eksklusif, di mana hanya segelintir orang yang memilih. Ini bisa menimbulkan gejolak dari masyarakat,” tambahnya.

Pentingnya Teknologi untuk Efisiensi Biaya Pilkada

Meski mengakui bahwa Pilkada langsung membutuhkan anggaran besar, Sardini menegaskan bahwa sistem ini harus dipertahankan karena dua hal tersebut merupakan masalah yang berbeda. Salah satu solusi yang ia tawarkan adalah pemanfaatan teknologi informasi (IT) untuk menekan biaya penyelenggaraan Pilkada.

0 Komentar