RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Randukuning, Kabupaten Batang, kini berada dalam kondisi kritis akibat overload. Kapasitas TPA yang sudah tidak memadai membuat tumpukan sampah tidak hanya menggunung di lokasi, tetapi juga menyebar ke sejumlah titik lain di wilayah tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan telah mengirimkan surat peringatan kepada Gubernur Jawa Tengah serta 266 kepala daerah, termasuk Kabupaten Batang, terkait penggunaan metode open dumping yang dianggap melanggar aturan dan memperburuk dampak lingkungan.
Produksi Sampah Capai 115 Ton Per Hari
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Batang, Ahmad Handi Hakim, mengungkapkan bahwa produksi sampah di Batang mencapai 115 ton per hari, sementara TPA Randukuning sudah tidak mampu lagi menampungnya.
Baca Juga:Stok Vaksin PMK Menipis, Pemkab Batang Berharap Tambahan dari KementanKakek di Kendal Ditemukan Tewas Gantung Diri, Tinggal Sendirian di Rumah
“Saat ini, kami menghadapi kondisi over kapasitas. Penanganan sampah membutuhkan kolaborasi lintas instansi. Dalam waktu dekat, akan diadakan rapat koordinasi yang dipimpin Sekda untuk membahas langkah strategis,” ujar Ahmad, Minggu, 8 Desember 2024.
Pengelolaan Sampah Belum Sesuai Aturan
Hernawan Bambang, pemerhati lingkungan, menyoroti lemahnya pengelolaan sampah di Batang yang belum sesuai dengan amanat UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Ia menilai masalah ini harus menjadi momen evaluasi bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
“Ada tiga persoalan utama yang mendesak. Pertama, pengelolaan sampah selama ini hanya sekadar memindahkan dari masyarakat ke TPA tanpa solusi jangka panjang. Kedua, lokasi TPA Randukuning sangat dekat dengan permukiman, sekolah, dan pusat kota, sehingga menimbulkan risiko besar. Ketiga, masih banyak pembuangan sampah liar yang tersebar di berbagai tempat,” jelas Hernawan.
Strategi Pengurangan dan Penanganan Sampah
Hernawan menekankan pentingnya dua langkah strategis: pengurangan sampah dan penanganan sampah.
“Pengurangan dapat dilakukan melalui pembatasan timbunan, program daur ulang, dan pemanfaatan kembali material. Sementara itu, penanganan memerlukan teknologi ramah lingkungan, target pengurangan bertahap, dan dukungan untuk pemasaran produk daur ulang,” papar Hernawan, alumnus Fakultas Pertanian UGM dan S2 Teknik Lingkungan ITS.
Ia juga menyarankan pendekatan berbeda antara perkotaan dan pedesaan. Di wilayah pedesaan, sampah organik bisa dimanfaatkan sebagai kompos untuk pertanian.