Waspadai TB Laten, Penyakit Tanpa Gejala yang Bisa Jadi Bom Waktu

Waspadai TB Laten, Penyakit Tanpa Gejala yang Bisa Jadi Bom Waktu
ISTIMEWA MUSCAB - Kegiatan Musyawarah Cabang (Muscab) PDPI Jawa Tengah yang digelar di Kota Pekalongan, kemarin.
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID, KOTA – Tuberkulosis (TB) laten menjadi perhatian serius bagi masyarakat. Penyakit ini tidak menunjukkan gejala apa pun sehingga sering kali tidak terdeteksi. Meski tampak sehat, penderita TB laten memiliki risiko tinggi untuk mengembangkan TB aktif yang dapat berbahaya jika tidak ditangani.

dr. Mulyadi Subarjo, Sp.P, Humas dan Pengabdian Masyarakat dari Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jawa Tengah, menjelaskan bahwa TB laten disebabkan oleh bakteri yang bersembunyi di dalam tubuh. Meski sistem kekebalan tubuh mampu menekan aktivitas bakteri, kuman TB tidak sepenuhnya hilang, melainkan berada dalam kondisi “tertidur.”

“Penderita TB laten ini secara klinis tampak sehat, tetapi sebenarnya terinfeksi kuman TB. Untuk eliminasi TB secara nasional pada 2030, mereka menjadi sasaran terapi pencegahan,” ujar dr. Mulyadi saat simposium dan Muscab di Hotel Howard Johnson, Kota Pekalongan, baru-baru ini.

Baca Juga:Waspada DBD: 15 Kecamatan di Kabupaten Pekalongan Endemis, PSN Jadi Kunci PencegahanAngka Kecelakaan Kerja Meningkat, Menaker Dorong Penguatan SMK3

Risiko TB Laten Bisa Meningkat di Kemudian Hari

Menurut dr. Mulyadi, TB laten dapat berubah menjadi TB aktif saat sistem kekebalan tubuh penderita melemah. Gejalanya meliputi batuk kronis, demam berkepanjangan, hingga penurunan berat badan drastis. Karena itu, pemeriksaan skrining rutin dan pengobatan preventif menjadi langkah kunci untuk mencegah dampak buruk.

“TB laten ini seperti bom waktu. Jika tidak ditangani, saat daya tahan tubuh turun, kuman yang tadinya tidak aktif bisa menjadi aktif dan menimbulkan penyakit serius,” tegasnya.

Edukasi dan Skrining Jadi Garda Terdepan

Mulyadi juga menyoroti pentingnya peran kader TB dalam memberikan akses skrining dan edukasi kepada masyarakat. Para kader diharapkan bisa membantu masyarakat memahami risiko TB laten serta mendorong mereka yang berisiko untuk menjalani pengobatan.

“Pengobatan TB laten memerlukan kesabaran. Ada yang harus minum obat seminggu sekali selama tiga bulan, ada pula yang enam bulan tiap hari. Edukasi diperlukan agar mereka yang terdeteksi TB laten mau menjalani pengobatan hingga tuntas,” tuturnya.

Peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menangani TB laten diharapkan dapat mendukung target eliminasi TB di Indonesia pada 2030.

0 Komentar