Batang Teras Pandawa Masih Mati Suri, Regulasi Kaku Hambat Revitalisasi Pusat UMKM

Batang Teras Pandawa Masih Mati Suri, Regulasi Kaku Hambat Revitalisasi Pusat UMKM
DOK. PERLU REDESAIN - Kondisi BTP masih saja sepi meski sudah dua kali berganti pengelola, karena itu muncul usulan dilakukan redesain agar lebih kekinian.
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Harapan besar untuk menjadikan Batang Teras Pandawa (BTP) sebagai episentrum kebangkitan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, kini tampak meredup. Pusat perdagangan yang berdiri megah di Jalan Dr. Soetomo ini kini justru lebih menyerupai bangunan tak berfungsi, dengan sebagian besar kios tutup dan minim aktivitas ekonomi.

BTP yang dibangun di atas lahan seluas 3.000 meter persegi menggunakan dana APBD hampir Rp6 miliar tersebut, awalnya dirancang sebagai ruang kreatif dan pemasaran modern bagi UMKM. Dilengkapi fasilitas lengkap seperti area parkir luas, ruang manajemen, toilet umum, jaringan listrik berdaya tinggi, hingga area permainan virtual reality, pusat niaga ini memiliki kapasitas 64 kios. Namun hingga April 2025, hanya 15 kios yang masih aktif beroperasi.

“Sejak pertengahan 2023 memang aktivitas mulai menurun drastis. Pengelola sebelumnya, PT Batang Karya Mandiri, juga mengakhiri kontraknya sejak 31 Januari 2024,” kata Wahyu Budi Santoso, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disperindagkop) Kabupaten Batang, Selasa (22/4/2025).

Baca Juga:BPJS Ketenagakerjaan Kendal Perluas Kepesertaan Sektor Informal, 3 Ahli Waris Terima Santunan Kematian Rp 242Kodim 0710/Pekalongan Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Pastikan Prajurit Tetap Fit dan Siap Bertugas

Kondisi sepinya BTP berdampak serius terhadap sektor penerimaan daerah. Pemkab Batang kehilangan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp212 juta per tahun akibat kios-kios yang terbengkalai.

Menurut Wahyu, persoalan utama bukan terletak pada minimnya minat dari investor atau pelaku usaha, melainkan pada regulasi pengelolaan aset daerah yang terlalu kaku. Banyak calon pengelola mengajukan minat, namun mundur setelah mengetahui bahwa mereka tidak diperbolehkan melakukan perubahan pada struktur bangunan.

“Dalam aturan yang berlaku, termasuk Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Pemerintah (PP), tidak dibolehkan melakukan renovasi konstruksi terhadap aset yang disewakan. Ini jadi penghambat, padahal calon pengelola ingin melakukan redesain agar lebih sesuai dengan kebutuhan pasar,” ungkapnya.

Wahyu menegaskan bahwa pihaknya tidak tinggal diam. Ia telah mengusulkan agar regulasi tersebut dapat direvisi agar lebih adaptif, khususnya terhadap pengelolaan aset ekonomi seperti BTP.

“Kami tidak membiarkan BTP dibiarkan mati. Upaya terus dilakukan, walaupun saat ini skemanya masih sebatas penyewaan sementara,” ujarnya.

0 Komentar