RADARPEKALONGAN.ID, PEKALONGAN – Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan menggelar sidang perdana terhadap JS (25), warga Lampung Utara, yang menjadi terdakwa dalam kasus penyebaran video manipulatif atau deepfake menggunakan wajah Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sidang berlangsung pada Rabu, 14 Mei 2025 dengan agenda pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Pekalongan.
Kasus ini bermula dari unggahan video yang menampilkan figur Prabowo dan Sri Mulyani seolah-olah sedang menawarkan bantuan keuangan kepada masyarakat. Video tersebut disebarkan melalui akun Instagram @indoberbagi2025 dan mencantumkan nomor WhatsApp milik terdakwa untuk dihubungi lebih lanjut.
“Kami mendakwa JS karena memanipulasi video dengan teknologi artificial intelligence (AI), sehingga tampak seperti ajakan langsung dari pejabat tinggi negara untuk memberikan dana bantuan,” kata JPU dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Agus Maksum Mulyohadi.
Baca Juga:Pemkab Kendal Gandeng Pemprov Jateng Salurkan Subsidi Pangan untuk Anak Berisiko StuntingEdarkan Tembakau Sintetis Dekat Pendopo Bupati, Pemuda Asal Doro Ditangkap Polisi
Menurut data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Pekalongan, kasus ini teregister dengan nomor perkara 82/Pid.Sus/2025/PN Pkl dan termasuk pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Gunakan Video AI untuk Iming-Iming Dana Bantuan
Modus JS tergolong canggih. Ia belajar cara manipulasi digital ini dari grup Facebook dan WhatsApp yang berisi diskusi seputar penipuan daring. Konten video deepfake yang diunggah mengklaim bahwa program bantuan tersebut resmi dan sedang berjalan. Di salah satu video disebutkan:
“Siapa saja dari kalian yang mau melunasi utang piutang dan belum memiliki biaya untuk melunasinya? Segera hubungi saksi. Pasti saksi bantu. Program ini resmi, bukan hoaks.”
Korban yang tertarik kemudian menghubungi nomor WhatsApp terdakwa. Dalam pesan balasannya, JS mengabarkan bahwa korban terpilih sebagai penerima bantuan uang tunai sebesar Rp150 juta. Namun untuk mencairkan dana tersebut, korban diminta mentransfer sejumlah uang sebagai “biaya administrasi”.
“Korban dijanjikan bantuan, tapi setelah transfer uang, tidak pernah menerima dana tersebut,” kata JPU.
Dari aksinya, JS berhasil menipu sekitar 30 orang dengan total kerugian mencapai Rp30 juta. Salah satu korban bahkan kehilangan Rp5,9 juta yang dikirim dalam empat tahap.