Masa Pendudukan Jepang dan Era Kemerdekaan
Saat Jepang menduduki Indonesia (1942–1945), jalur kereta api menjadi aset vital. Stasiun Pekalongan digunakan sebagai pusat logistik dan transportasi militer. Kereta-kereta digunakan untuk memindahkan pasukan, peralatan perang, hingga tahanan perang.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, stasiun ini menjadi bagian dari perjuangan rakyat. Para pejuang memanfaatkan kereta api sebagai sarana distribusi logistik dan komunikasi antar daerah. Pengelolaan kereta api berpindah ke tangan bangsa Indonesia di bawah naungan Djawatan Kereta Api (DKA).
Modernisasi dan Peran Saat Ini
Memasuki era Orde Baru dan Reformasi, Stasiun Pekalongan mengalami beberapa renovasi, namun tetap mempertahankan bentuk dan struktur dasarnya. Kini, stasiun ini dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan melayani kereta api kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif yang melintasi jalur utara Pulau Jawa.
Fasilitas Saat Ini:
Baca Juga:Bupati Fadia Santuni 300 Anak Yatim Piatu di Pekalongan, Kolaborasi Pemkab & Baznas! Rutan Pekalongan Gandeng BNN-Polres: Puluhan Pegawai & WBP Dites Urine, Hasilnya Negatif Narkoba!
- Kursi tunggu nyaman
- Loket dan sistem boarding elektronik
- Mushola, toilet, dan area parkir luas
- Pelayanan KA seperti Taksaka, Argo Muria, Brantas, Dharmawangsa, dan lain-lain
Stasiun Pekalongan tidak hanya melayani mobilitas warga, tapi juga mendukung sektor pariwisata dan perdagangan. Banyak wisatawan menggunakan kereta api sebagai sarana utama menuju Pekalongan untuk menikmati wisata batik dan kuliner khas.
Stasiun dan Identitas Kota Batik
Stasiun ini tak bisa dipisahkan dari identitas Kota Pekalongan. Bagi banyak orang, stasiun adalah “gerbang” masuk ke kota batik. Setiap penumpang yang turun di Stasiun Pekalongan akan langsung merasakan nuansa khas kota ini mulai dari ornamen batik didinding stasiun, spanduk festival batik, hingga pusat oleh-oleh di sekitar lokasi.
Rel yang Menyambungkan Zaman
Sejarah Stasiun Pekalongan adalah refleksi dari perjalanan panjang kota ini. Dari masa kolonial Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan, hingga transformasi modern, stasiun ini tetap berdiri kokoh, mengantar ribuan orang, kisah, dan harapan melintasi ruang dan waktu.
Sebagai warga atau pengunjung, kita patut menghargai warisan sejarah ini. Bukan hanya karena bangunannya yang tua, tetapi karena nilai simbolik dan sosial yang ia bawa. Di setiap deru kereta yang datang dan pergi, tersimpan cerita masa lalu yang membentuk Pekalongan hari ini.