RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Kasus pernikahan dini ternyata masih marak terjadi di Indonesia. Data yang dilansir UNICEF tahun 2024 bahkan mencatat 25 persen perempuan di Indonesia menikah pada usia 16–18 tahun.
Hal ini terungkap saat kegiatan edukasi pencegahan pernikahan dini yang dilakukan Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Batang kepada pelajar SMK Negeri 1 Batang, baru-baru ini. Tiga penyuluh agama dihadirkan untuk mengisi kegiatan ini, yakni Syifagesti Hukma Nafila, Widdy Kurniawan, dan Saeful Human.
Dalam paparannya, Syifagesti menyampaikan data UNICEF 2024 yang menyebutkan bahwa 25 persen perempuan di Indonesia menikah pada usia 16–18 tahun. Padahal, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menetapkan batas minimal usia pernikahan adalah 19 tahun.
Baca Juga:Lapas Pekalongan Gelar Pelatihan Kemandirian WBP, Gandeng 5 Mitra Strategis, Bekali Keterampilan Produktif!Pegandon Juara Bupati Kendal Cup U-23: Taklukkan Gemuh di Final, Gairahkan Sepak Bola Lokal!
“Fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor seperti ekonomi, pendidikan rendah, budaya, dan minimnya literasi media,” ungkap Syifagesti.
Meski secara agama pernikahan di usia muda tidak dilarang, Syifagesti menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara hukum harus menegakkan aturan. Ia menambahkan bahwa permohonan menikah di bawah usia 19 tahun akan ditolak secara otomatis oleh KUA.
Widdy Kurniawan menambahkan pentingnya kesiapan mental, finansial, fisik, dan spiritual sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. “Keinginan menikah harus disalurkan ke hal positif terlebih dahulu seperti belajar, aktif organisasi, atau kegiatan sosial,” ujarnya.
Kegiatan ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang menunjukkan antusiasme para siswa. Mereka bertanya seputar tekanan sosial dan kesiapan menikah, mencerminkan kesadaran akan pentingnya menunda pernikahan dini.
Melalui edukasi ini, Penyuluh Agama berharap para pelajar dapat memahami risiko pernikahan dini dan memilih untuk mempersiapkan masa depan dengan lebih matang.