Wow! Ini Perbedaan Biaya Produksi Film Merah Putih: One for All vs Demon Slayer: Infinity Castle!

biaya produksi Film merah putih: One for All vs Demon Slayer: Infinity Castle
biaya produksi Film / sumber: instagram.com
0 Komentar

RADARPEKALONGAN.CO.ID – Biaya produksi Film Merah Putih One for All vs Demon Slayer Infinity Castle menjadi topik yang memanas di dunia hiburan.

Kedua film animasi ini hadir dengan skala produksi, proses pengerjaan, dan kualitas yang sangat berbeda.

Perbandingan keduanya memunculkan banyak reaksi publik, dari kekaguman hingga kritik tajam terhadap cara produksi dan hasil akhirnya.

Baca Juga:Kontroversi Dana Film Animasi Merah Putih: "One For All"! Benarkah Capai 6,7 M? Ini Faktanya!PMB Luncurkan Film Dokumenter “Batang Warisan Kebesaran Nusantara”, Angkat Sejarah Lokal dan Bangun Identitas

Perbedaan Skala Produksi

Jika dilihat dari anggaran, teknologi, dan waktu pengerjaan, kesenjangan kedua film ini sangat jelas.

Demon Slayer: Infinity Castle

  • Biaya produksi sekitar Rp 6,3 triliun.
  • Proses pengerjaan ±3,5 tahun.
  • Digarap oleh Ufotable, studio ternama dengan reputasi kualitas animasi kelas dunia.
  • Menggunakan teknologi animasi mutakhir dengan dukungan investor besar.

Pencapaian box office di 10 hari pertama penayangan di Jepang: lebih dari Rp 1,9 triliun.

Merah Putih: One for All

  • Biaya produksi ±Rp 6,7 miliar.
  • Waktu pengerjaan kurang dari 1 bulan.
  • Menggunakan aset digital murah dari marketplace.
  • Dikerjakan secara gotong royong tanpa dana pemerintah.

Kesenjangan ini menunjukkan betapa perbedaan investasi dan durasi produksi sangat memengaruhi hasil akhir.

Kontroversi dan Reaksi Publik

Kualitas Animasi dan Visual

  • Banyak penonton menilai animasinya kaku dan minim detail.
  • Ada yang membandingkan kualitasnya dengan game lawas atau proyek tugas sekolah.
  • Publik mempertanyakan apakah biaya produksinya wajar dengan hasil yang ditampilkan.

Proses Produksi Singkat

  • Produksi dikebut demi target tayang Agustus 2025.
  • Kecepatan ini membuat publik meragukan profesionalitas dan ketelitian hasil akhirnya.

Penggunaan Aset Digital Marketplace

  • Beberapa latar, seperti “Street of Mumbai,” digunakan tanpa modifikasi lokal signifikan.
  • Kritikus menilai kurangnya sentuhan identitas Indonesia menjadi kelemahan besar.

Isu Hak Cipta dan Dana

Kontroversi tak berhenti di kualitas visual, tapi juga merambah ke isu hukum dan etika.

  • Ada dugaan penggunaan karakter tanpa izin resmi.
  • Beberapa kreator yang terlibat mengaku tidak menerima bayaran layak.

Produser membantah adanya dana dari pemerintah dan menegaskan film ini murni karya nasionalisme.

Baca Juga:SPOILER ALERT! Inilah 6 Fakta Menarik Film A Haunting in Venice, Prekuel Ketiga Novel Terbaik Berjudul Hallowe’en Party Karya Agatha Cristie3 Tipe Orang Penyuka Film Horor, Apakah Kamu Salah Satunya?

Pandangan Profesional Film

Pandangan para ahli film menyoroti pentingnya strategi dan investasi yang tepat dalam industri animasi. Sutradara Hanung Bramantyo menyebut, dengan anggaran terbatas, sulit mencapai kualitas animasi yang memukau.

0 Komentar