Produksi animasi di tingkat global biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun dan biaya puluhan miliar hingga triliunan rupiah.
Untuk bersaing, Indonesia perlu berinvestasi pada sumber daya manusia kreatif dan teknologi yang memadai.
Pelajaran untuk Industri Animasi Lokal
Dari kontroversi ini, ada beberapa pelajaran penting yang bisa dipetik demi kemajuan animasi Indonesia.
Baca Juga:Kontroversi Dana Film Animasi Merah Putih: "One For All"! Benarkah Capai 6,7 M? Ini Faktanya!PMB Luncurkan Film Dokumenter “Batang Warisan Kebesaran Nusantara”, Angkat Sejarah Lokal dan Bangun Identitas
- Kritik publik sebagai masukan: Bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk evaluasi kualitas.
- Dukungan institusi dan pemerintah: Tanpa dukungan serius, industri animasi sulit berkembang.
- Penguatan identitas lokal: Cerita, karakter, dan latar yang khas Indonesia harus jadi prioritas.
- Investasi pada SDM: Animator lokal butuh pelatihan dan fasilitas terbaik untuk menghasilkan karya yang kompetitif.
Biaya produksi Film Merah Putih One for All vs Demon Slayer Infinity Castle menggambarkan kesenjangan besar dalam anggaran, proses, dan kualitas.
Demon Slayer membuktikan bahwa investasi besar berdampak langsung pada kualitas visual dan pencapaian box office. Sementara itu, Merah Putih menjadi contoh karya nasionalis dengan segala keterbatasan dana dan waktu.
Kontroversi yang muncul bisa menjadi cermin dan pelajaran berharga bagi industri animasi lokal untuk lebih serius membangun kualitas agar mampu bersaing di tingkat internasional.