RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi fenomena gunung es di Jawa Tengah. Melihat kenyataan itu, Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Batang berupaya memperkuat peran kader dengan membekali mereka pelatihan paralegal, Rabu (27/8/2025).
Pelatihan yang berlangsung di Aula Bupati Batang itu diikuti kader PKK terpilih dari 15 kecamatan. Mereka dipilih secara selektif berdasarkan ketegasan dan kepekaan sosial untuk mendampingi korban.
Ketua TP PKK Batang, Faelasufa Faiz Kurniawan, menegaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini bukan mencetak pengacara, melainkan agar kader PKK memiliki bekal hukum dasar serta keberanian membela korban.
Baca Juga:Rehabilitasi Narkoba Lapas Pekalongan Diperkuat, WBP Ikuti Pengisian Indeks Kualitas Hidup!MTs Gondang Sabet Juara di Ajang Pramuka Se-Jateng & DIY, Borong Prestasi & Medali!
“Kami tidak ingin kader PKK hanya mendengar cerita korban KDRT sebagai gosip. Mereka harus berani proaktif, mendekati korban, menghubungi lingkungan sekitar, dan mencari informasi yang tepat untuk membantu,” ujarnya.
Menurut Faelasufa, materi yang diberikan meliputi perbedaan hukuman bagi pelaku kekerasan pada anak dan istri, mekanisme pelaporan, hingga jalur hukum yang bisa ditempuh korban.
“Peserta diarahkan agar tahu jalur yang benar, apakah ke BKKBN, kepolisian, atau LBH. Dengan begitu korban benar-benar mendapat perlindungan yang tepat,” terangnya.
Metode pembelajaran dilakukan secara interaktif. Kader diajak aktif berdiskusi, berbagi pengalaman, dan mempraktikkan peran paralegal. “Ilmu ini bukan sekadar teori. Bisa saja besok lusa sangat bermanfaat, bahkan menyelamatkan nyawa orang lain. Itu sebabnya para kader kami dorong mencatat dan mempraktikkan,” tegas Faelasufa.
Anggota TP PKK Provinsi Jawa Tengah, Muslikah Setiasih, menilai langkah TP PKK Batang penting di tengah tingginya kasus kekerasan perempuan dan anak. Ia menyebut kondisi saat ini masih seperti fenomena gunung es, di mana kasus yang dilaporkan jauh lebih sedikit dari fakta di lapangan.
“Jenis permasalahan yang banyak muncul meliputi KDRT, perkawinan anak, trafficking, hingga penelantaran. Survei terbaru menunjukkan Kota Semarang menempati posisi tertinggi kasus kekerasan perempuan dan anak,” ungkapnya.
Berdasarkan data per Mei 2025, tercatat 317 korban perempuan dan 443 korban anak di Jawa Tengah. Kasus terbanyak berupa kekerasan seksual pada anak serta KDRT fisik terhadap perempuan.