RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Dua pemuda asal Batang ditetapkan sebagai tersangka usai terbukti melakukan pengrusakan Gedung DPRD Kabupaten Batang saat aksi unjuk rasa pada Sabtu (30/8/2025).
Keduanya adalah AN (20), warga Desa Kalipucang Kulon, Kecamatan Batang, dan MAS (20), warga Desa Siberuk, Kecamatan Tulis. Selain itu, polisi juga masih memeriksa dua pelaku lain yang masih di bawah umur.
Kapolres Batang AKBP Edi Rahmat Mulyana menegaskan, penetapan tersangka ini berdasarkan hasil pemeriksaan intensif dan bukti video yang dikumpulkan penyidik. “Hingga saat ini baru dua orang kita tetapkan sebagai tersangka. Namun, tidak menutup kemungkinan jumlahnya bertambah karena masih ada pelaku lain yang menjalani pemeriksaan,” ujarnya dalam konferensi pers di Mapolres Batang, Selasa (2/9/2025).
Baca Juga:Polres Pekalongan & Pengemudi Ojol Gelar Salat Gaib, Doa Bersama untuk Jaga Kondusivitas!Antisipasi Ricuh Lanjutan, Aparat Gabungan Pekalongan Gelar Patroli Siang Malam!
Dijelaskan Kapolres, kericuhan demo bermula saat massa aksi mendatangi Gedung DPRD Batang sekitar pukul 15.30 WIB. Awalnya, aksi berlangsung tertib. Namun, setelah Ketua DPRD Batang Su’udi menemui peserta unjuk rasa dan hendak kembali masuk, tiba-tiba massa melakukan pelemparan botol ke arahnya.
Situasi semakin panas. Massa, termasuk kedua tersangka, melempar batu dan pecahan pot bunga ke arah gedung dan aparat. Bahkan, gerbang timur DPRD yang terbuat dari besi juga dirusak hingga roboh. “Selain melempar batu, mereka juga ikut mendorong gerbang sampai roboh. Setelah itu ada yang mencoret-coret tembok gedung dengan cat pilox,” jelas Kapolres.
Akibat aksi brutal tersebut, kaca pos satpam dan beberapa ruangan DPRD pecah, sejumlah tameng Dalmas Polres Batang rusak, bahkan ada anggota kepolisian yang terkena lemparan.
“Dalam insiden itu, petugas Satreskrim berhasil mengamankan 31 orang yang diduga terlibat dalam pengrusakan dan penyerangan terhadap aparat. Dari hasil penyelidikan, dua orang resmi ditetapkan sebagai tersangka, sementara sisanya dipulangkan ke orang tua setelah menjalani pembinaan,” ungkapnya.
Kapolres menambahkan, kedua tersangka datang ke lokasi bukan untuk menyampaikan aspirasi, melainkan melakukan aksi anarkis. “Keduanya mengetahui adanya aksi dari media sosial dan grup Whatsapp. Mereka berpura-pura ikut menyampaikan aspirasi, tetapi sebenarnya melakukan pengrusakan,” kata Edi.
Kedua tersangka dijerat Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama-sama, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 406 KUHP tentang pengrusakan dan Pasal 212 KUHP tentang melawan petugas. “Ancaman hukumannya berlapis, mulai dari 1 tahun 4 bulan hingga 5 tahun penjara,” tandas Kapolres.