Dari Hafalan Menuju Amalan: Menghidupkan Marwah Ilmu dalam Harlah ke-96 LP Ma'arif

Refleksi harla lp ma\'arif nu oleh moch machrus abdullah
Dr. K.H. Moch. Machrus Abdullah, Lc. M.Si.
0 Komentar

Oleh: Dr. K.H. Moch. Machrus Abdullah, Lc., M.Si. – Ketua PCNU Kota Pekalongan

DI lingkungan pesantren dan madrasah Nahdlatul Ulama, dua nasihat agung tentang ilmu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi pendidikan. Kutipan dari Az-Zubair bin Abi Bakar, yang masyhur termaktub dalam kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali dan juga diabadikan oleh Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, sering kita dengar. Begitu pula dengan syair indah Muhammad bin al-Hasan bin Abdullah, yang acap kali menjadi pembuka setiap proses belajar mengajar.

Namun, di sinilah letak tantangan terbesarnya: meski lisan kita telah fasih menghafalnya, apakah hati kita telah mendalami maknanya? Apakah nilai-nilai luhur itu telah menjelma menjadi laku sehari-hari yang hidup?

Baca Juga:Menang Boleh, Tumbuh HarusLapas‐Rutan Pekalongan Canangkan Program Bersinar dan Buka Program Rehabilitasi

Peringatan Harlah ke-96 LP Ma’arif NU dengan tema “Bermutu dalam Ilmu, Bermartabat dalam Sikap” hadir sebagai sebuah panggilan untuk mengisi kesenjangan itu. Kita diajak kembali pada esensi pendidikan, yakni sebuah upaya untuk menjadikan ilmu sebagai fondasi jiwa, bukan sekadar memori.

Ilmu bukanlah alat untuk mencari kekayaan semata, melainkan fondasi bagi martabat diri. Inilah yang diisyaratkan oleh nasihat Az-Zubair:

‎وَقَالَ الزُّبَيْرُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ: كَتَبَ إِلَيَّ أَبِي بِالْعِرَاقِ: عَلَيْكَ بِالْعِلْمِ فَإِنَّكَ إِنِ افْتَقَرْتَ كَانَ لَكَ مَالًا، وَإِنِ اسْتَغْنَيْتَ كَانَ لَكَ جَمَالًا.

Az-Zubair bin Abi Bakar berkata, ayahku menulis surat kepadaku dari Irak: ‘Wajib bagimu untuk berilmu, sebab jika engkau miskin, ilmu itu adalah hartamu. Dan jika engkau kaya, ilmu itu adalah perhiasanmu.

Ia adalah harta yang tak bisa dicuri, yang memungkinkan seseorang bangkit dari keterpurukan. Namun, ia juga adalah perhiasan yang menjadikan individu berwibawa tanpa perlu disokong oleh harta. Ini adalah etos yang harus hidup di setiap langkah kita, dari lorong-lorong pesantren hingga dinamika perdagangan di Kota Pekalongan.

Lalu, nasihat ini disempurnakan dengan sebuah seruan yang abadi, yang sering menjadi pembuka setiap pelajaran. Syair Muhammad bin al-Hasan mengajar kita bahwa proses ilmu bukanlah titik akhir, melainkan sebuah perjalanan tanpa henti:

‎تَعَلَّمْ فَإِنَّ الْعِلْمَ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ ¤ وَفَضْلٌ وَعُنْوَانٌ لِكُلِّ الْمَحَامِدِ

‎وَكُنْ مُسْتَفِيدًا كُلَّ يَوْمٍ زِيَادَةً ¤ مِنَ الْعِلْمِ وَاسْبَحْ فِي بُحُورِ الْفَوَائِدِ

Belajarlah! Sesungguhnya ilmu adalah perhiasan bagi pemiliknya, keutamaan, dan lambang segala pujian. Jadilah orang yang setiap hari mengambil manfaat dan terus bertambah ilmunya. Berenanglah di samudera manfaat.

0 Komentar