RADARPEKALONGAN.ID, BATANG – Batik Rifaiyah telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 2013. Namun, dengan kekayaan nilai yang melekat dalam setiap ukiran motifnya, kini Batik Rifaiyah menghadapi permasalahan serius yang mengancam eksistensinya, yakni sulitnya regenerasi.
Keprihatinan dan kekhawatiran disuarakan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Batang. Melalui ketuanya, Ny. Faelasufa Faiz, Dekranasda menunjukkan fakta krusial bahwa populasi motif Batik Rifaiyah terus menyusut. Dari total 24 motif asli, kini hanya tersisa 16.
“Artinya sudah 8 motif asli batik Rifaiyah yang hilang. Penyebabnya sederhana, regenerasi perajin yang terputus. Jadi, pembatik yang meninggal dunia umumnya tidak meninggalkan penerus,” ungkap Faelasufa.
Baca Juga:Satpol PP Batang Razia Warung Remang-Remang di Kandeman, Respon Aduan Warga!
Kesulitan regenerasi ini membuka tabir permasalahan lainnya: faktor ekonomi. Faelasufa menyebut kepentingan menjaga warisan budaya seringkali tak beriring dengan tuntutan ekonomi. Banyak generasi muda enggan melanjutkan tradisi orang tuanya karena menilai prospek ekonominya tak cukup menjanjikan.
“Kalau tidak segera didokumentasikan, motif ini akan hilang selamanya. Membatik tidak menarik secara ekonomi, sehingga tidak ada yang mau meneruskan. Begitu pembatik meninggal, motif pun ikut lenyap,” tegas Faelasufa.
Menyelamatkan Warisan Budaya
Peringatan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober 2025 menjadi momentum untuk mendulang komitmen bersama guna menyelamatkan Batik Rifaiyah dari ancaman kepunahan. Komitmen tersebut digaungkan bersamaan dengan pengukuhan kepengurusan Dekranasda, sekaligus penyerahan hadiah lomba batik.
“Maka pengukuhan dan termasuk lomba batik ini tidak sekadar seremoni belaka, tetapi lebih dari itu juga menjadi bagian dari strategi menancapkan kembali akar budaya di tengah tantangan zaman.”
Lomba desain dan mewarnai batik diikuti 231 karya dari jenjang SD sampai SMA. Faelasufa menyebutnya sebagai cara membangun self-efficacy generasi muda. “Kalau anak-anak sering ikut lomba, mereka punya pengalaman berhasil. Dari situ tumbuh rasa percaya diri: ‘Ternyata aku bisa,’” jelasnya.
Ia berharap Batang tak hanya menjadi pemasok talenta untuk daerah lain, melainkan mampu mengembangkan industri batiknya sendiri. “Banyak batik Pekalongan sebenarnya lahir dari Batang. Sudah saatnya Batang mengelola talenta itu di rumah sendiri,” tambahnya.