RADARPEKALONGAN.ID, KOTA PEKALONGAN – Rangkaian Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 di Kota Pekalongan dimeriahkan dengan kegiatan “Santri Ceria” yang diselenggarakan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Pekalongan.
Acara yang digelar di halaman Gedung Aswaja pada Kamis pagi (23/10/2025) ini menarik antusiasme ribuan santri dan anak-anak dari berbagai PAUD, RA/TK, SD/MI, serta pesantren di lingkungan LP Ma’arif NU dan RMI NU.
Kegiatan Santri Ceria dikemas dengan konsep mendidik sekaligus menghibur. Melalui sesi “Guru Bercerita”, panitia berupaya menanamkan kecintaan terhadap sejarah, mengenalkan tokoh-tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, serta menumbuhkan akhlakul karimah (akhlak mulia) pada anak-anak usia dini.
Baca Juga:Atasi Rob, Bupati Fadia Tegaskan Pembebasan Lahan Bendung Gerak di Pekalongan untuk Kepentingan UmumBapperida Batang Gelar Workshop Krenova 2025, Dorong Pelajar dan Akademisi Jadi Inovator Daerah
Mengenal Tokoh Bangsa Lewat Cerita Menyenangkan
Ketua PCNU Kota Pekalongan, Dr. K.H. Moch Machrus Abdullah, Lc., M.Si., menjelaskan bahwa kegiatan Guru Bercerita dirancang agar anak-anak memahami nilai perjuangan para ulama dengan cara yang menyenangkan.
“Alhamdulillah, kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Hari Santri Nasional PCNU Kota Pekalongan. Melalui Santri Ceria, kita hadirkan konsep Guru Bercerita agar anak-anak tahu sejarah negeri ini, mengenal tokoh-tokoh nasional, dan memahami perjuangan para masyayikh dalam menegakkan Ahlussunnah wal Jamaah di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Machrus.
Ia menekankan bahwa pengenalan tokoh-tokoh besar NU, seperti Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah, sangat vital untuk membentuk karakter. “Kita ingin anak-anak ini tidak hanya pintar, tapi juga punya adab — menghargai guru, kiai, dan orang tua. Akhlakul karimah harus diajarkan sejak dini,” imbuhnya.
Belajar Sambil Bermain untuk Generasi Emas
Selain edukasi melalui Guru Bercerita yang dibawakan oleh Badut Pak Angga, acara dimeriahkan dengan hiburan badut, musik, dan permainan interaktif. Machrus menilai, konsep belajar yang menyenangkan ini adalah metode paling efektif.
“Anak-anak itu eranya bermain dan belajar, bukan belajar dan bermain. Maka pendekatannya harus menyenangkan. Cerita, tawa, dan permainan membuat mereka lebih mudah memahami sejarah perjuangan para ulama NU,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa kegiatan ini menjawab temuan survei yang menunjukkan lebih dari 50 persen anak muda NU belum mengenal sejarah dan tokoh-tokohnya.
