RADARPEKALONGAN.ID, KAJEN – Serikat Pekerja Nasional (SPN) mengajukan usulan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026 untuk wilayah Jawa Tengah, yakni sebesar 8,5 persen hingga 10 persen. Usulan tersebut dinilai buruh lebih realistis, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi nasional.
Usulan tersebut disampaikan oleh perwakilan buruh kepada Gubernur Jawa Tengah Ahmad Lutfi saat dengar pendapat di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jateng di Semarang.
Sekretaris DPD SPN Jawa Tengah, Tabi’in, dihubungi, Rabu (29/10/2025), mengonfirmasi angka usulan tersebut. Ia menjelaskan bahwa usulan itu didasarkan pada Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024, di mana UMK ditentukan oleh variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Baca Juga:Cegah Darurat Sampah, Kepala SDN Medono 08 Ciptakan Lagu 'Kelola Sampah' untuk Edukasi SiswaAnggaran TKD Dipangkas Rp 189 M, DPRD Kendal Siap Tinjau Ulang KUA PPAS APBD 2026
“Dari kami mengusulkan itu berdasarkan pertimbangan pertumbuhan ekonomi tingkat nasional 5,25, dan tingkat inflasi 2,5. Dari angka tersebut yang paling mendekati sekitar 8,5 persen sampai 10 persen,” katanya.
Gubernur Diingatkan Tidak Jadikan Upah Murah Daya Tarik Investasi
Selain mengajukan angka kenaikan, SPN juga secara tegas mengingatkan Gubernur agar kebijakan upah murah tidak dijadikan variabel utama untuk menarik investor ke Jawa Tengah. Menurut Tabi’in, daya tarik Jawa Tengah bagi investor sudah kuat berkat faktor lain.
“Untuk penarikan investasi itu agar variabel upah jangan dijadikan sebagai penghambat, karena kami melihat di Jawa Tengah ini punya keunikan tersendiri. Tenaga kerja di Jawa Tengah sangat inovatif dan terampil,” ujar Tabi’in.
Ia menambahkan, investor kini lebih tertarik masuk ke Jawa Tengah karena kondusivitas wilayah, kepastian hukum, dan kualitas tenaga kerja yang memiliki skill dan attitude yang baik.
“Yang paling kami tekankan di Jateng ini tenaga kerjanya punya attitude yang di daerah lain tidak ada,” tandasnya.
Proses penentuan UMK 2026 masih dalam tahap serap aspirasi dari berbagai pihak, termasuk pekerja, pengusaha, dewan pengupahan, dan pakar, sebelum keputusan akhir Gubernur dikeluarkan pada 21 November 2025. (had)
