Ilmu sebagai Harta dan Perhiasan
Semua ciri khas Gus Dur — mulai dari humor, inklusivitas, hingga keberanian menentang ketidakadilan (Keadilan Ekologis)—berangkat dari satu fondasi tunggal: ilmu. Ilmu beliau tidak didapat secara instan, melainkan dari proses panjang dan mendalam.
Inilah yang menjadi tugas kita di Muktamar ini, sebagaimana ditegaskan dalam Sesi Plenary dan Roundtable: bagaimana ilmu dapat menjadi landasan bagi Reaktualisasi Pemikiran Keagamaan, Kemandirian Organisasi, dan Keadilan Ekologis. Kita harus menjadikannya pedoman dalammerespons tantangan masa depan, mulai dari krisis lingkungan hingga disrupsi Artificial Intelligence (AI).
Dalam konteks inilah, kita harus kembali pada pesan utama para ulama terdahulu. Saya teringat satu nasehat bijak luar biasa yang dinukil oleh Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab beliau, Adabul ‘Alim wal Muta’allim, sebuah adagium yang menegaskan betapa ilmu adalah segalanya: “Wajib atasmu mencari ilmu, karena jika engkau fakir, ia akan menjadi hartamu, dan jika engkaukaya, ia akan menjadi perhiasanmu.”
Baca Juga:Santri UrbanPCNU Pekalongan Siap Jadi Tuan Rumah Muktamar Ilmu Pengetahuan ke-3, Hadirkan Cendekiawan NU Jateng
Ilmu, dengan demikian, adalah segalanya. Jika kita mampu menginternalisasi ilmu yang seluas GusDur, kita akan mampu menghadapi segala bentuk kefakiran—baik kefakiran ekonomi, maupunkefakiran moral dan spiritual—dan kita akan menjadi perhiasan bagi peradaban.
Semoga Muktamar Ilmu Pengetahuan III di Kota Pekalongan ini menjadi titik tolak bagi PWNU Jawa Tengah untuk “Berkhidmat Bermartabat, Membangun Peradaban” yang diwariskan oleh ulama kita, khususnya Gus Dur.
