Berbasis Sosial, Tidak Mengejar Lomba
Beno menegaskan bahwa Bank Sampah “Makno Rukun” dibentuk bukan untuk mengejar penghargaan atau lomba, melainkan murni sebagai gerakan sosial.
“Kami bekerja tanpa honor. Yang penting kebersamaan dan kepedulian. Nama ‘Makno Rukun’ sendiri berarti Makaryo Noto Runtah Keluarga. Ini gerakan dari warga untuk warga,” kata Beno.
Sistem tabungan sampah yang diterapkan juga membantu meningkatkan motivasi warga. Setiap kilogram sampah anorganik yang disetor akan dicatat sebagai saldo tabungan masing-masing warga.
Baca Juga:Perempuan Diduga Tunawisma Tertabrak Kereta Api di Perlintasan Jl Ahmad Yani Kota PekalonganMuktamar Ilmu Pengetahuan III di Pekalongan, Gus Rozin Serukan Peran NU di Sains, Teknologi, dan Civil Society
“Hasil penjualan ke DLH masuk sebagai tabungan sampah. Ini bentuk apresiasi kecil yang membuat warga makin semangat memilah,” tambahnya.
Di tengah tantangan pengelolaan sampah akibat penutupan TPA Degayu, kehadiran Bank Sampah “Makno Rukun” menjadi bukti bahwa perubahan perilaku di tingkat keluarga dapat membantu mengurangi beban daerah.
Pemkot Pekalongan sendiri terus mendorong pembentukan bank sampah di tingkat RT sebagai salah satu strategi penanganan darurat.
Inisiatif masyarakat seperti di Tirto ini menunjukkan bahwa solusi pengelolaan sampah tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada kedisiplinan dan partisipasi aktif warga.
